Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU
Perkembangan astronomi di peradaban Islam didorong banyak faktor dan motivasi yang saling berkaitan. Akumulasi dan akulturasi berbagai khazanah dan tradisi pengkajian alam (langit) sejak pra-Islam pada kenyataannya menjadi faktor intens berkembangnya astronomi di dunia Islam. Dalam konteks peradaban Islam, hampir semua sarjana Muslim punya telaah dan ketertarikan terhadap astronomi dan alam, hal ini tidak lain karena keterkaitannya dengan kehidupan manusia sehari-hari dan saat yang sama karena kebutuhannya terhadap ibadah.
Bila ditelaah setidaknya ada empat sumber motivasi berkembangnya astronomi di peradaban Islam, yang mana antara satu sumber motivasi dengan sumber motivasi lainnya saling berkaitan dan saling menopang, yaitu : (1) motivasi praktis, (2) motivasi ilmiah, (3) motivasi filosofis, dan (4) motivasi teologis.
Motivasi pertama, yaitu Motivasi Praktis. Motivasi ini sejatinya terkait dengan kebutuhan sipil-administratif, sosial, dan ritual keagamaan khususnya umat Islam. Seperti diketahui, secara sosial-praktis kemampuan dan pemahaman manusia terhadap alam (langit) menjadi standar berkualitas atau tidaknya seseorang atau sekelompok orang di zaman silam. Hal ini tidak lain berangkat dari kebutuhan praktis keseharian manusia seperti menentukan arah tatkala hendak melakukan perjalanan dan perdagangan terutama di malam hari, menentukan musim untuk bercocok tanam dan memanen, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang secara praktis terikat dengan alam (langit). Sementara kebutuhan terkait ritual ibadah umat Islam tidak lain ditunjukkan dengan kebutuhan dalam penentuan waktu-waktu salat yang terkait dengan posisi dan gerak harian Matahari dalam sehari semalam, penentuan arah kiblat yang terkait dengan jarak sudut dan posisi (yaitu antara lokasi Kakbah, titik kutub utara, dan lokasi seseorang berada), penentuan awal puasa dan hari raya yang terkait dengan bulan sabit (hilal) dan fase-fase bulan, dan lain-lain.
Dalam kenyataannya motivasi praktis yang terkait kebutuhan manusia sehari-hari ini merupakan motivasi paling besar berkembangnya astronomi di dunia Islam. Hal ini pada gilirannya mendorong para astronom Muslim mengembangkan nalar saintifik alamnya baik secara teoretis maupun praktis untuk menerjemahkan kebutuhan tersebut. Buah dari pengembangan nalar itu terlihat dengan lahirnya karya-karya astronomis berbentuk zij (tabel-tabel astronomi) yang merupakan hasil pengamatan dan pencatatan benda-benda langit secara berkelanjutan, serta yang paling utama lahirnya alat-alat astronomi yang beragam.
Motivasi kedua, yaitu Motivasi Ilmiah. Dalam konstruksinya alam semesta sejatinya menawarkan tantangan dan rasa ingin tahu yang besar bagi para pengamatnya (manusia) sejak dulu hingga kini. Hasrat dan dorongan ingin tahu itu pada akhirnya menyebabkan astronomi terus berkembang dengan segenap corak dan penekanan pengkajiannya. Dalam perkembangannya lagi menyebabkan lahir dan terjadinya penelaahan, dialog, diskursus, dan dialektika dinamis dikalangan astronom Muslim yang melahirkan karya-karya tulis astronomi yang otortatif-orisinal, beragam, dan melimpah. Secara literasi dan keilmuan, problem-problem astronomis yang banyak muncul terutama sebagaimana terdapat dalam teks “Almagest” karya Ptolemeus menjadi sumber motivasi ilmiah terbesar berkembangnya astronomi dalam Islam. Betapa dengan penelaahan atas teks astronomi Yunani oleh para ilmuwan Muslim ini melahirkan banyak temuan terkini yang baru yang secara substansial berbeda dengan konstruksi astronomi Yunaninya, demikian lagi dengan teks-teks astronomi India, Persia, China, dan lainnya. Maka, motivasi ilmiah menjadi kunci penting akan berkembangnya astronomi di dunia Islam.
Motivasi ketiga, yaitu Motivasi Filosofis. Motivasi ini terkait pandangan kosmologis bahwa astronomi adalah induk ilmu pengetahuan alam. Penguasaan astronomi merupakan pintu masuk memahami prinsip-prinsip kerja alam raya kosmos yang begitu eksak dan teratur. Para astronom Muslim pada kenyataannya terdorong dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang langit dan alam semesta guna menyingkap keteraturan dan keunikan alam semesta itu yang merupakan tanda (āyāt) akan keagungan dan kebijaksanaan Tuhan.
Dalam pemahaman ilmuwan Muslim, filsafat dan agama sama sekali tak dapat terpisahkan apalagi dipertentangkan dari sistem astronomi, dalam hal ini langit menjadi simbol pengetahuan dan kehadiran Tuhan. Betapa dengan memandang alam (langit) dengan segala yang ada dan berada di dalamnya (benda-benda langit) menjadi sarana mengenal sang pencipta dan saat yang sama dalam rangka memahami konstruksi filosofis alam semesta itu sendiri.
Motivasi keempat, yaitu Motivasi Teologis. Motivasi ini terhitung sebagai motivasi terbesar terhadap berkembangnya astronomi di peradaban Islam. Motivasi ini berangkat dari banyaknya ayat-ayat di dalam al-Qur’an yang menggambarkan fenomena astronomi dan saat yang sama manusia diperintah untuk merenungkannya, mempelajarinya, menelitinya, dan mengambil hikmah dibaliknya. Adnan asy-Syarif (2004) dalam karyanya “Min ‘Ilm al-Falak al-Qur’any” (Diantara Sains Astronomi al-Qur’an) menyebutkan ada ratusan ayat di dalam al-Qur’an yang membahas dan atau sekrang-kurangnya menyinggung tentang alam semesta (astronomi). Ini tidak lain menunjukkan apresiasi yang besar dari al-Qur’an terhadap pengkajian alam semesta. Secara teologis telaah astronomi dan kosmologi merupakan salah satu pintu mengetahui maksud dan tujuan Allah dalam penciptaan alam semesta, dan saat yang sama menjadi salah satu cara mendekatkan diri kepada-Nya. Menurut Seyyed Hossein Nasr, alam semesta sejatinya merupakan al-Qur’ān at-takwīnī, sementara kalam (firman) Allah merupakan al-Qur’ān at-tadwīnī. Wallahu a’lam[]
Akses PPT di bawah ini