Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU
Dalam Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) ada yang disebut dengan Prinsip, Syarat, dan Parameter (PSP), tiga hal ini adalah unsur yang melekat dan sekaligus menjadi ciri dan bentuk dalam KHGT. Terkait prinsip, setidaknya ada lima prinsip dalam KHGT dimana antara satu prinsip dengan prinsip lainnya saling berhubungan dan saling melengkapi, yaitu: Pertama, prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia atau prinsip keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia. Prinsip ini merupakan hal paling utama dalam KHGT oleh karena maksud dan tujuan KHGT tidak lain adalah menyatukan sistem penjadwalan waktu (kalender) umat Islam di seluruh dunia baik untuk sipil maupun ibadah tanpa ada perbedaan hari dan tanggal dalam menjatuhkan momen-momen tertentu, terutama momen ibadah (Ramadan, Syawal, Zulhijah). Prinsip ini juga sekaligus menegaskan jangan sampai terjadi dalam satu hari (satu tanggal) terjadi dua hari (dua tanggal) atau lebih. Prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia ini lahir tidak lain dilatari karena kerap dan intensnya perbedaan penentuan hari-hari ibadah dalam Islam di seluruh dunia dimana perbedaan itu hingga berhari-hari. Pemandangan dan realita yang sedemikian tentunya tidak ideal dan tidak seharusnya terjadi di kalangan umat Islam yang memiliki al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya yang notabenenya begitu menekankan arti penting waktu dan pengorganisasiannya. Padahal, sesuai hadis Nabi Saw bilangan bulan itu adakalanya 29 hari dan adakalanya 30 hari, yang artinya perbedaan itu sesungguhnya jika terjadi hanya ditolerir satu hari saja. Betapapun perbedaan itu walau satu hari tetap saja dipandang tidak ideal karena adanya dampak negatif dan kesulitan diakibatkannya.
Kedua, prinsip penerimaan dan penggunaan hisab. Adalah keniscayaan penggunaan dan penerapan hisab dalam perumusan dan pembentukan KHGT, sebab sebuah kalender harus dapat ditetapkan dan dirancang sejak jauh hari dan dapat diproyeksikan jauh kedepan, terlebih di era modern. Demikian lagi sebuah kalender harus mampu merekonstruksi tanggal dan hari di masa silam. Adapun rukyat an sich secara pasti tidak dapat digunakan dalam menyusun kalender dalam pengertian tidak dapat menetapkan sebuah tanggal sejak jauh hari. Seperti diketahui, hasil rukyat hanya dapat diketahui sesaat setelah pelaksanaan rukyat itu dilaksanakan yaitu setiap tanggal 29 bulan kamariah. Padahal hari ini manusia memerlukan kepastian perencan6aan guna merancang aktivitasnyanya. Karena itu dalam KHGT keberadaan hisab secara pasti dipandang lebih memberikan kepastian dibanding rukyat. Adapun rumusan imkan rukyat 5-8 (ketinggian hilal 5 derajat dan sudut elongasi 8 derajat) yang telah disepakati dalam KHGT dalam implementasinya bersifat definitif alias bersifat sebagai penentu yang definitif (li nafy wa itsbat) secara sekaligus. Artinya, kegagalan rukyat manakala posisi hilal telah memenuhi 5-8 di suatu tempat, dimana saja, sama sekali tidak memengaruhi keputusan dan penetapan sebuah kalender, dalam hal ini KHGT.
Ketiga, prinsip kesatuan matlak (matlak global atau ittihad al-mathali’). Prinsip kesatuan matlak merupakan sebuah konsep atau cara pandang yang menempatkan seluruh kawasan bumi berada dan dalam satu kesatuan kawasan. Tatkala hilal telah definitif (baik dengan rukyat, dengan hisab, atau dengan imkan rukyat) di sebuah tempat di muka bumi, dimana saja, maka hal itu berlaku dan atau diberlakukan ke seluruh penjuru bumi. Penerapan dan penerimaan matlak global dalam KHGT merupakan keniscayaan, sebab jika masih menerapkan prinsip matlak lokal maka dipastikan tidak akan mungkin menepatkan jatuhnya tanggal satu bulan hijriah pada hari yang sama di seluruh dunia. Hal itu tidak lain karena jangkauan keterlihatan hilal saat pertama terlihat di suatu tempat terbatas. Adapun argumen matlak global telah dikemukakan secara gamblang oleh para fukaha dalam karya-karya mereka, dimana pandangan ini bersumber dari hadis-hadis Nabi Saw tentang rukyat yang dipahami bersifat umum dan berlaku umum pula. Bahkan dapat dikatakan pandangan matlak global ini di kalangan fukaha merupakan pandangan dan pendapat dominan lagi mayoritas (baca: https://oif.umsu.ac.id/2024/03/matlak-menurut-fukaha/).
Keempat, prinsip transfer imkan rukyat. Imkan rukyat adalah metode dan cara pandang dalam menetapkan masuknya awal bulan hijriah yaitu dengan menetapkan dan menyepakati ambang batas tertentu lalu manakala telah terpenuhi di suatu tempat diterapkan di tempat lain. Dengan kata lain transfer imkan rukyat adalah memindahkan hasil rukyat atau imkan rukyat di suatu tempat tertentu di muka bumi ke tempat yang lain. Dalam arti lain lagi transfer rukyat atau imkan rukyat merupakan pemberlakuan imkan rukyat di suatu tempat ke tempat lain yang belum mengalami rukyat atau imkan rukyat. Transfer imkan rukyat sendiri diterapkan dan diberlakukan secara menyeluruh di semua kawasan dunia. Pengadopsian transfer imkan rukyat dimaksudkan untuk menjaga agar wilayah bagian timur bumi tidak dipaksa masuk bulan baru sebelum di tempat tersebut terjadi ijtimak yang menjadi standar dalam pergantian bulan (QS. Yasin [36] ayat 39). Dasar kebolehan pemberlakuan imkan rukyat di suatu tempat ke seluruh muka bumi ini tidak lain adalah berdasarkan prinsip matlak global (ittihad al-mathali’) seperti telah dikemukakan diatas. Prinsip transfer imkan rukyat sendiri pada awalnya dicetus oleh Jamaluddin ‘Abd ar-Raziq dalam karyanya “at-Taqwim al-Qamary al-Islamy al-Muwahhad” yang berikutnya diadopsi dalam putusan Muktamar Turki 1437 H/2016 M. Di Indonesia prinsip ini dipopulerkan oleh Syamsul Anwar yang menerjemahkan karya Jamaluddin ‘Abd ar-Raziq tersebut dengan judul “Kalender Kamariah Islam Unifikatif Satu Hari Satu Tanggal di Seluruh Dunia”.
Kelima, prinsip permulaan hari. Dalam implementasinya, permulaan hari dalam KHGT secara pasti mengacu pada kesepakatan dunia internasional tentang hari yaitu dimulai dan berakhir pada saat tengah malam di garis bujur 180 derajat. Prinsip ini berbeda dengan prinsip yang selama ini dipahami dan dipraktikkan umat Islam yaitu saat magrib. Adapun alasan mengapa tidak menggunakan terbenam matahari atau terbit fajar sebagai titik awal hari karena beberapa alasan. Diantara alasan digunakannya garis bujur 180 derajat dan tidak pada waktu terbenamnya matahari (atau terbit fajar) sebagai dasar permulaan hari adalah karena terbenam matahari (dan terbit fajar) selalu berubah dan berbeda setiap harinya. Selain itu, waktu terbenamnya matahari dan terbit fajar tidak bisa di diseminasi secara merata di seluruh dunia. Berikutnya lagi waktu-waktu ibadah dalam Islam sejatinya tidak terikat pada sistem waktu internasional. Selain itu, secara praktis-implementatif waktu terbenam matahari (dan terbit fajar) terkait dengan lokasi tertentu, dimana tatkala lokasinya berpindah maka secara ototmatis waktunya juga mengalami perubahan, dengan praktik semacam ini untuk menyusun sebuah kalender yang bersifat global tentu tidak tepat dan akan menemukan kesulitan. Karena itu dalam konteks KHGT, pilihan saat tengah malam di garis bujur 180 derajat merupakan opsi yang paling logis dan memungkinkan.
Demikian lima prinsip dalam KHGT, dimana dalam prinsip-prinsip ini terdapat catatan dan kritik dari berbagai pihak sesuai perspektif, kedalaman dan keluasan pemahaman terhadap masalah ini. Sebagai sebuah gagasan baru yang berbeda dengan apa yang sudah dan sedang berjalan selama ini tentu gagasan KHGT terbilang asing, yang karena itu kritikan, penolakan, dan pesimisme dari sejumlah tokoh banyak bermunculan, yang tentunya ini sesuatu yang normal dan alami. Seiring waktu dan seiring realitas kebutuhan umat Muslim di seluruh dunia akan penjadwalan waktu yang definitif dan kredibel, posisi KHGT akan menemukan arti penting dan penerimaannya di tengah masyarakat Muslim Indonesia dan dunia. Secara pasti KHGT hadir dengan proses dan pemikiran yang panjang, alias bukan narasi belaka. Wallahu a’lam[]
Penolakan atau setidaknya pengabaian atas konsep KHGT bukan karena itu konsep baru yg asing. Itu konsep biasa, karenanya sdh ada yg membuat aplikasi pembuatan garis tanggalnya.
KHGT ditolak karena jelas anti-rukyat, walau di dlmnya ada nomenklatur IR 5-8. Karenanya tdk mungkin KHGT diterima pengamal rukyat di mana pun, bukan hanya di Indonesia.
Alasannya:
– Prinsip 1, 3, dan 4 hanya mungkin terwujud dlm konsep “wilayatul hukmi” dg otoritas global. Otoritas mutlak adanya, karena utk rukyat perlu ada itsbat oleh otoritas.
– Prinsip 2 dg markaz “di mana saja” tdk kompatibel dg pelaksanaan rukyat. Bila kriteria 5-8 terpenuhi di benua Amerika, di Asia Tenggara bisa jadi bulan sdh di bawah ufuk.
– Prinsip 5 berbeda dg konsep rukyat yg memulai hari sejak maghrib.
Jadi, tdk mungkin KHGT jadi pemersatu ummat, karena pengamal rukyat diabaikan. Jangan lagi bernarasi KHGT tdk anti-rukyat dan seolah menerima konsep itsbat. KHGT tetap tdk perlu itsbat, oleh karenanya akan selalu muncul wacana penolakan sidang itsbat dg berbagai alasan, terutama penghamburan anggaran.
KHGT adalah konsep hisab yg anti-rukyat. Beda dg kriteria MABIMS yg kompatibel dg rukyat.
Ya, begitu adanya jika sdh tersemat terlebih dulu sikap pesimis, pasti semua tdk cocok, terlebih jika dilihat semata dlm perspektif lokal dan konteks lokal, bukan global, ya pasti ujungnya penolakan dan pesimisme, saya memakluminya.
Cara optimis melihatnya: KHGT tidak anti rukyat, krn utk menyatakan masuk awal bulan (di seluruh dunia) harus dgn rukyat ataut imkan rukyat dimana saja pertama kali, lalu di transfer ke seluruh dunia, argumen (dalilnya) keumuman hadis rukyat dan konsep ittihad mathla’ fukaha.
Mengapa rukyat/imkan rukyat cukup di satu tempat saja? Ya krn dunia dianggap satu matlak (matlak global). Selain, mengapa tdk mengharuskan rukyat/imkan rukyat di setiap negara? Ya karena jangkauan keterlihatan hilal terbatas, tdk bisa memenuhi semua penjuru bumi, sehingga akan sulit membuat kalender yg bersifat global.
Jadi jelas, KHGT tetap mempertimbangkan rukyat, sama sekali tidak anti rukyat. Terkait otoritas, sdh berulang sy tegaskan: tidak ada otoritas dlm KHGT. Soal penolakan sidang isbat/soal anggaran, sama sekali tdk masuk dlm konteks artikel yg sy tulis, ada baiknya dlm diskusi kita fokus pada isu yg dihadirkan, jangan semua yg tdk cocok di hati dan kepala di lampiaskan ke siapa saja secara merata. Satu lagi, narasi “KHGT tidak anti rukyat” pasti akan terus didngungkan krn faktanya memang demikian Wallahu a’lam