Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU
Pertama, “Tahrīr Aqwā al-Adillah fī Tahshīl ‘Ain al-Qiblah” karya Sayyid Usman(w. 1331 H/1913 M). Kitab ini ditulis dalam dua bahasa yaitu Melayu dan Arab. Sayyid Usman menjelaskan bahwa sekitar 30 tahun yang lalu dia sudah mencurahkan perhatiannya pada permasalahan kiblat yang telah ia tulis dalam sebuah karya berbahasa Arab yang berjudul “Nafā’is an-Nakhlah fī Wasā’il al-Qiblah”. Dia mengungkapkan bahwa dia telah membuat bagan berisi arah kiblat yang tepat untuk berbagai tempat di Nusantara.
Dalam karyanya ini terdapat sebuah kolom dengan lokasi yang presisi dari sejumlah tempat di Hindia-Belanda dalam satuan derajat dan menit, dari Aceh hingga Ternate. Ini memungkinkan orang untuk menentukan arah kiblat yang tepat dan dengan begitu orang dapat membangun masjid-masjid baru dengan arah yang akurat.
Kedua, “Nafā’is an-Nihlah fī Wasā’il al-Qiblah”, juga karyaSayyid Usman(w. 1331 H/1913 M). Seperti tampak dari judulnya, kitab ini membicarakan tentang arah kiblat. Pada bagian mukadimah dijelaskan bahwa kitab ini disusun dengan mengutip pendapat-pendapat para imam dalam mazhab Syafi’i yang terkait dengan persoalan arah kiblat. Secara umum kitab ini membahas tentang kewajiban menghadap kiblat (fisik maupun arahnya), dalil-dalilnya, tata cara menghitung arah kiblat dengan menggunakan rubu mujayyab, menentukan kiblat dengan peredaran matahari dan deklinasinya, dan lain-lain.
Dalam kitab ini juga terdapat gambar arah Kakbah (kiblat) dari berbagai penjuru negeri, demikian lagi terdapat tabel (daftar) lintang dan bujur untuk berbagai wilayah.
Pada topik pembahasan tentang kewajiban menghadap Kakbah tatkala salat, menurut Sayyid Usman tidak mencukupi jika menghadap arah (jihah) saja, namun harus menghadap bangunan fisik (‘ain) Kakbah. Menurutnya keharusan itu berlaku baik bagi orang yang berada di Makkah maupun di luar kota Makkah. Menurutnya ini adalah pendapat yang muktamad dan difatwakan dalam Mazhab Syafi’i.
Ketiga, “al-Qiblah fī an-Nushūs Ulamā’ asy-Syafi’iyah fī mā Yata’allaq bi Istiqbāl al-Qiblah asy-Syar’iyah Manqūlah min Ummahāt Kutub al-Madzhab” karya Muhammad Thahir Jalaluddin (w. 1376 H/1956 M). Kitab ini ditulis dalam dua bahasa, Arab dan Melayu. Secara umum kitab ini membicarakan tentang bagaimana menentukan arah kiblat. Seperti dikemukakan Wan Daud, buku ini mendapat apresiasi dari banyak ulama di Malaysia. Sejauh ini penulis belum menemukan naskah maupun versi cetak (tahkik) kitab ini. Wallahu a’lam.
Keempat,naskah “Shurah ad-Da’irah al-Mahtubah ‘ala Samt al-Qiblah” karya Muhammad Manshur Betawi (w. 1388 H/1968 M).
Naskah ini hanya terdiri dari satu halaman. Seperti tampak pada judulnya, naskah ini membahas tentang arah kiblat, khususnya arah kiblat kota Batavia (Jakarta). Menurut Mada Sanjaya, dkk, naskah kitab ini merupakan koleksi Obay Misbah, seorang ahli falak asal Tasikmalaya. Dalam konstruksi substansinya, naskah ini merujuk kepada karya yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahman al-Mishry.
Adapun metode penentuan arah kiblat dalam naskah ini adalah berdasarkan trigonometri segitiga rata-rata. Metode instrumen arah kiblat Syaikh Manshur bin Abdul Hamid ini memiliki akurasi yang cukup tinggi untuk pengukuran lokasi yang dekat dengan lokasi Kakbah di Makkah, sedangkan lokasi yang jauh dari Kakbah maka metode ini memiliki akurasi rendah.
Kelima, naskah “Mas’alah al-Qiblah fī al-Batāwy” karya Muhammad Arsyad al-Banjari (w. 1227 H/1812 M). Naskah ini ditulis dalam bahasa Arab. Naskah ini selesai ditulis pada hari Kamis, 23 Sya’ban tahun 1186 H. Naskah ini merupakan koleksi Ms. Or. 7091, Leiden University Libraries, Universiteit Leiden. Latarbelakang ditulisnya naskah ini adalah tatkala muncul banyak pertanyaan terkait arah kiblat di tengah masyarakat, diantaranya datang dari Syaikh Abdullah bin Abdul Qahar asy-Syafi’i, yang mana sang syaikh ini meminta kepada Muhammad Arsyad Banjar untuk menjawab berbagai persoalan arah kiblat tersebut. Maka hal ini mendorong Syaikh Muhammad Arsyad Banjar menulis kitab ini.
Dalam naskah ini Syaikh Muhammad Arsyad Banjar menyoroti secara khusus masjid-masjid di Betawi yang tidak persis menghadap ke arah kiblat (Kakbah) serta fenomena yang berkembang ketika itu. Dalam konteks ini Syaikh Muhammad Arsyad Banjar menyatakan bahwa kebanyakan masjid di Betawi tidak mengarah kearah yang seharusnya. Di bagian lain, Syaikh Muhammad Arsyad Banjar menegaskan bahwa bahwa mihrab-mihrab masjid yang dibangun oleh para wali sama sekali tidak menghalangi untuk diijtihadi manakala arah kiblatnya tidak tepat. Pembahasan ini diuraikan Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjary cukup dinamis dan panjang, dan tampaknya karena alasan ini pula diantaranya Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjary tergerak dengan semangat menulis naskah ini.
Dalam konteks ini Syaikh Muhammad Arsyad al-Banjary menguraikan secara komprehensif aspek-aspek sosial fenomena arah kiblat di tengah masyarakat, diantaranya terkait posisi wali (auliya). Dalam segenap uraiannya juga Syaikh Muhammad Arsyad Banjar banyak menukil pandangan para ulama, baik terkait arah kiblat maupun terkait fenomena sosial yang mengitarinya.[]
Sumber:
- Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Mengenal Karya-Karya Ilmu Falak Nusantara (Transmisi, Anotasi, dan Biografi) [Yogyakarta: Bildung, edisi revisi, 2022].
- ————-. Syaikh Muhammad Arsyad al-Bnajary (w. 1227 H/1812 M) dan Arah Kiblat (Analisis Naskah “Mas’alah al-Qiblah fī al-Batāwy”) [Medan: UMSU Press, cet. I, 2021].
- ————-, Warisan Ilmu Falak Sayyid Usman (w. 1331 H/1913 M) Deskripsi dan Analisis 7 Karya (Medan: UMSU Press, cet. I, 2021).