Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU
Sejak Pra-Islam sesungguhnya telah ada praktik kalender yang bersifat global, misalnya di peradaban Sumeria sejak enam ribu tahun silam. Dalam kenyataannya kalender kala itu bersifat menyeluruh (unifikatif) dan dalam praktiknya diterima dan disepakati oleh masyarakat ketika itu. Selanjutnya Kalender Masehi misalnya, yang telah eksis berabad-abad silam kini nyaris tidak pernah terjadi perbedaan, apalagi perdebatan. Kalender ini disepakati semua umat Kristen di seluruh dunia dan dalam implementasinya bersifat dan berlaku global, yang berbanding terbalik dengan Kalender Islam (Kalender Hijriah) hari ini. Kalender Masehi, yang berdasarkan sistem Matahari, mengalami proses yang cukup panjang dan kerap mengalami perubahan, yang diawali dari Kalender Yunani kuno, lalu Kalender Yahudi, lalu Kalender Romawi, lalu Kalender Julian, hingga menjadi Kalender Gregorius atau Kalender Masehi saat ini. Dalam segenap perjalanannya masing-masing kalender ini mengalami perubahan dan penyesuaian sesuai keadaan dan tuntutan di masanya masing-masing hingga bentuknya seperti saat ini.
Sebenarnya, Islam telah memiliki kalender Islam yang dicetus pada zaman Khalifah Umar bin Khatab tahun 17 H. Seperti tercatat dalam sejarah, formalisasi dalam bentuk penomoran penanggalan ini dilatari kebutuhan sipil-administratif ketika itu, diantaranya adanya kekacauan surat-menyurat dan korespondensi waktu itu. Singkat kata, sistem, bentuk, dan fungsi kalender yang dicetus kala itu pada dasarnya menjadi cikal bakal Kalender Islam Global di era modern yaitu pada titik akan pentingnya penataan dan penertiban sistem penjadwalan waktu dan perlunya kesepakatan dan kepatuhan umat Islam dalam penggunaannya.
Pertanyaannya adalah, dalam perjalanannya hingga saat ini mengapa kalender Islam belum bersifat global? Setidaknya ada beberapa hal yang melatarinya, diantaranya adalah karena Islam waktu itu masih terbatas di Jazirah Arab sehingga belum dirasa perlu satu sistem waktu yang terpadu (global), lalu belum tersedianya sarana (media informasi dan komunikasi) yang dapat menyampaikan satu peristiwa dari satu tempat ke tempat lainnya secara cepat dan akurat, berikutnya Kalender Islam yang bersifat global kala itu belum menjadi kebutuhan urgen dan mendesak di kalangan masyarakat, berikutnya mobilitas masyarakat waktu itu belum intens masif seperti hari ini sehingga sekali lagi kehadiran sistem waktu yang bersifat global belum diperlukan.
Padahal, bila diperhatikan di dalam al-Qur’an terdapat isyarat dan prinsip yang menjadi ciri dan karakter Kalender Islam Global yaitu prinsip kesatuan (unifikasi) dan prinsip universalisme ajaran Islam. Prinsip kesatuan (unifikasi) diantaranya ditunjukkan dalam QS. Al-Anbiya’ [21]: 92] dan QS. Al-Mu’minun [23]: 52, sedangkan prinsip universalisme ajaran Islam ditunjukkan dalam QS. Al-Anbiya’ (21): 107 dan QS. Saba’ (34): 28. Selain itu juga di dalam al-Qur’an terdapat Isyarat bahwa sistem waktu itu harus mencakup sipil dan ibadah, ini secara tegas ditunjukkan dalam QS. Al-Baqarah (02): 189.
Adapun secara historis, Kalender Islam Global sesungguhnya mendapat perhatian sepanjang sejarah peradaban Islam yang ditunjukkan dengan konsepsi Ittihād al-Mathāli’ (kesatuan matlak) di kalangan fukaha lintas mazhab. Betapapun pendapat Ittihād al-Mathāli’ ini tidak populer di kalangan fukaha bila dibandingkan dengan paham Ikhtilāfal-Mathāli’ namun dalam konteks hari ini konsepsi Ittihād al-Mathāli’ menempati arti penting. Secara prinsip Ittihād al-Mathāli’ menjadi kunci dan landasan kuat Kalender Islam Global. Secara sederhana Ittihād al-Mathāli’ maksudnya adalah jika awal bulan telah masuk di suatu tempat (negeri) maka berlaku dan atau diberlakukan di seluruh tempat (negeri). Ittihād al-Mathāli’ sendiri di kalangan fukaha klasik telah berkembang, betapapun tidak sepopuler Ikhtilāf al-Mathāli’, namun seiring waktu (terutama di era modern) Ittihād al-Mathāli’ mulai diterima dan menjadi opsi dan solusi khususnya dalam konsepsi Kalender Islam Global.
Di kalangan fukaha, Kalender Islam Global juga mendapat perhatian dan tanggapan positif yang betapapun pada awalnya tidak begitu populer. Isyarat itu diantaranya tampak dari interpretasi para fukaha terhadap hadis-hadis rukyat yang bersifat umum itu. Kalangan Hanafiyah misalnya, menyatakan bahwa melalui hadis-hadis rukyat yang ada dipahami bahwa penduduk belahan dunia timur meniscayakan menggunakan rukyat belahan barat, dengan catatan rukyat (keterlihatan hilal) itu ditetapkan dengan akurat. Ini diantaranya dikemukakan oleh Al-Tumurtasyi (w. 1004 H) dalam “Tanwir al-Abshar wa Jami’ al-Bihar”, Al-Syarabnalaly (w. 1069 H) dalam “Maraqy al-Falah Syarh Nur al-Idhah”, Ibn ‘Abidin (w. 1252 H) dalam “Radd al-Mukhtar ‘ala ad-Durr al-Mukhtar”, Al-Thahthawi (w. 1231 H) dalam “al-Hasyiyah ‘ala Maraqy al-Falah”, dan Al-Hashkafy dalam “ad-Durr al-Mukhtar Syarh Tanwir al-Abshar”.
Demikian lagi kalangan Malikiyah menyatakan bahwa apabila hilal terlihat di suatu tempat (negeri) maka menyeluruhlah puasa di semua negeri, baik dekat atau jauh, dalam hal ini tidak ada pertimbangan jarak dan matlak, kewajiban puasa berlaku untuk semua umat Islam dimana saja. Ini diantaranya dikemukakan Ibn Rusyd (w. 595 H) dalam “Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid” dan Ibn Juzay (w. 741 H) dalam “al-Qawanin al-Fiqhiyyah”.
Sementara Hanabilah menyatakan apabila keterlihatan hilal telah definitif (tsabat) di suatu tempat, baik jauh atau dekat, maka semua manusia(umat Islam) wajib berpuasa, hukum orang yang tidak melihat hilal dianggap sudah melihat hilal. Ini diantaranya dikemukakan oleh Al-Bahuty (w. 1051 H) dalam karyanya “Kassyaf al-Qina’ ‘an Matn al-Iqna’”. Dari uraian ini tampak bahwa pemikiran dan pemahaman Kalender Islam Global pada dasarnya telah berkembang di kalangan ulama (fukaha) silam melalui hadis-hadis rukyat yang bersifat umum, yang ditunjukkan dengan penggunaan kata ganti plural yang menjadi isyarat bahwa penetapan awal bulan dan kalender Islam itu bersifat umum (global). Melalui hadis-hadis rukyat tersebut juga menginisiasi para fukaha melahirkan apa yang dikenal dengan Ittihād al-Mathāli’ yang menjadi kunci penting konsepsi Kalender Islam Global. Wallahu a’lam[]
ini hanya wacana kan? bukan untuk diterapkan kan? Adakah selain Turki yang menerapkan ?