Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU
Masjid al-Aqsha (di Palestina) adalah masjid kedua dibangun di muka Bumi setelah Masjid al-Haram di kota Makkah (Arab Saudi). Dalam sejarah Islam, Masjid al-Aqsha pernah dijadikan kiblat pertama umat Muslim sebelum dialihkan ke Masjid al-Haram atau Ka’bah. Selain itu, Masjid al-Aqsha juga adalah kawasan yang diberkahi, sesuai informasi al-Qur’an. Berdasarkan keutamaan dan nilai sejarhnya ini, sampai hari ini Masjid al-Aqsha menjadi destinasi religi umat Muslim dari seluruh penjuru dunia.
Dalam konstruksinya, konstruksi bangunan Masjid al-Aqsha tampak memadukan antara desain tradisional dan modern. Hal yang unik dan menarik adalah bahwa sampai hari ini, di Masjid mulia ini terdapat sebuah instrumen astronomi klasik bernama Mizwala (Sa’ah Syamsiyyah atau Jam Matahari). Mizwala tersebut terletak dan terpasang di sudut gapura area Masjid di bagian selatan. Dalam kenyataannya, banyak pengunjung Muslim yang datang ke tempat ini (Masjid al-Asha) tidak melihat dan memperhatikan alat ini.
Mizwala (Arab: al-mazāwil atau al-mizwalah asy-syamsiyyah) adalah instrumen astronomi kuno yang digunakan sebagai penunjuk waktu melalui bayang-bayang matahari. Dalam praktiknya alat ini memang hanya dapat berfungsi tatkala ada sinar (bayang-bayang) matahari. Menurut para peneliti dan sejarawan sains, alat ini berakar dan bersumber dari peradaban Yunani-Romawi, sementara pendapat lain mengatakan bersumber dari era Mesir kuno. Instrumen ini banyak digunakan oleh bangsa-banga (peradaban) pra Islam seperti Babilonia, Mesir, Yunani, dan Romawi. Alat ini disebut juga dengan sā’ah syamsiyyah atau jam matahari, dan disebut juga dengan “ar-rakhamah”, dan dalam bahasa Inggris disebut Sundial.
Dalam sejarah pemikiran sains Islam, mizwala terhitung sebagai instrumen penentu waktu tertua di dunia. Genealogi alat ini diduga telah ada sejak 3500 tahun SM dengan formula jam bayang-bayang (sā’ah azh-zhill) berupa tiang vertikal bayang-bayang matahari. Di Mesir kini, beberapa ‘jam bayang-bayang’ ini masih ada yang diperkirakan produk abad 8 SM. Pada abad 3 SM, seorang astronom Mesir-Yunani bernama Berossos (antara tahun 300-260 SM) tecatat telah pernah mengkontruksi mizwala setengah lingkaran.
Pada Mizwala tersebut terdapat tanda bahwa ia dikonstruksi pada tahun 1927 M, namun konon ada yang menyatakan bahwa Mizwala ini telah ada dan terpasang di tempatnya ini sejak tahun 1907 M. Mizwala ini dibangun oleh seorang insinyur bernama Rusydi al-Imam, yang merupakan anggota Majelis Tinggi Islam (al-Majlis al-Islamy al-A’la) ketika itu. Sang insinyur ini lahir tahun 1890 M, dia belajar geometri di Universitas Istanbul (Turki), setelah lulus dia bergabung dalam proyek pengembangan Masjidil Aqsha bersama insinyur Turki lain yaitu Kamal ad-Din. Proyek pengembangan Masjid al-Aqsha tersebut dilakukan antara tahun 1927 M sampai tahun 1928 M.
Sejak saat itu, Mizwala ini tetap ada dan berfungsi sampai hari ini. Posisi (ketinggian) Mizwala tersebut dari dasar berukuran sekitar 8 meter. Dalam konstruksinya, Mizwala tersebut di bor dan dilapisi bongkahan batu marmer dengan desain geometris yang khas dan ikonik, memiliki 5 sisi tidak sama panjang, yaitu 100 x 150 sentimeter. Pada Mizwala terdapat pola-pola dan skala-skala garis yang menggambarkan periode jam dan waktu. Adapun tiang gnomon (al-syakhish) Mizwala ini terbuat dari logam dengan ukuran panjang 25 sentimeter dan merupakan gnomon utama (al-syakhish al-ra’isy) Mizwala.
Dalam praktiknya Mizwala ini digunakan sebagai penunjuk waktu siang hari dan yang paling utama membantu dalam mengetahui masuknya waktu-waktu salat. Sebab saat dikonstruk pertama kali, jam modern belum tersedia dan atau sekurang-kurangnya belum berkembang.
Karena itu, bagi kaum Muslim yang berkunjung ke Masjid mulia ini agar tidak lupa melihat dan mempelajari sistem waktu pada Mizwala tersebut. Seperti diketahui, Matahari dalam peredarannya tidak berubah, sedangkan gnomon Mizwala masih utuh sejak pertama kali dikonstruk. Dengan membaca dan memperhatikan alat ini, maka kita dapat melihat dan merasakan penduduk Quds (Palestina) dan para peziarahnya dahulu dalam menggunakan waktu.

Mizwala di Masjidil Aqsha. Sumber: aljazeera.net

Tampilan bayang-bayang Mizwala di Masjidil Aqsha yang miring 20 derajat ke arah selatan, dengan sudut kedalaman mencapai 31.5 derajat yaitu Lintang kota Quds. Sumber: aljazeera.net

Tampilan bayang-bayang Mizwala di Masjidil Aqsha. Sumber : wikimedia.org
Dalam perkembangan modern, kajian lapangan tentang alat ini pernah dilakukan oleh salah seorang astronom yaitu pada tahun 2015 M. Dari kajian tersebut didapat kesimpulan bahwa Mizwala Masjid al-Aqsha memiliki konstruksi akurat dan masih layak digunakan hingga hari ini. Kajian-kajian dan penelitian-penelitian yang dilakukan atas Mizwala ini meliputi konstruksi Mizwala secara umum, kemiringan gnomon, sudut-sudutnya, kemiringan tiang gapura Masjid al-Aqsha, pembagian jam (waktu) pada Mizwala, skala-skalanya, dan lain-lain. Kesimpulan dari penelitian tersebut didapati telah bersesuaian dengan hisab ilmiah tentang waktu.
Secara historis, sejak ratusan, bahkan ribuan tahun silam, Mizwala telah berkembang dan di praktikkan di berbagai negeri. Alat ini diletak dan dipajang di dinding-dinding masjid dan gereja, di taman, dan di area publik dengan desain dan konstruksi beragam, dimana secara umum bentuk Mizwala tersebut ada dua yaitu Mizwalah Ufuqiyah (Mizwala Datar) dan Mizwalah ‘Amudiyah (Mizwala Tegak).[]
* Telah dimuat di Majalah Observatoria edisi 15