Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Dosen FAI UMSU & Kepala OIF UMSU
Kitab “Fadhl ar-Rahman fi Radd Man Radda al-Marhum Sayyid ‘Utsman” karya Syaikh Ahmad Marzuqi bin Ahmad al-Batawi (w. 1353 H/1934 M) ini ditulis dalam bahasa Melayu, selesai ditulis tahun 1351 H/1932 M. Motivasi dan latar belakang penulisan kitab ini didasari adanya perdebatan dan perbedaan pendapat dalam penentuan awal bulan kamariah yang terjadi di Betawi pada saat itu. Persoalan perbedaan penetapan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah di Betawi bukan hal baru, melainkan sudah ada sejak lama, setidaknya sejak zaman Sayyid Usman bin Abdul Hamid (w. 1331 H/1913 M). Pada masa itu dalam masalah penetapan awal puasa dan hari raya masyarakat Muslim di Betawi terbagi dalam dua arus pandangan, yaitu ada yang mengikuti pendapat Sayyid Usman (mufti Betawi ketika itu) yang didukung oleh Syaikh Ahmad Marzuqi bin Ahmad, lalu ada yang mengikuti pendapat Syaikh Abdul Hamid Mursi (w.?) yang diikuti oleh Guru Majid Pekojan dan Guru Manshur bin Abdul Hamid Jembatan Lima (w. 1388 H/1968 M).
Kitab “Fadhl ar-Rahman fi Radd Man Radda al-Marhum Sayyid ‘Utsman” karya Syaikh Ahmad Marzuqi al-Batawi (w. 1353 H/1934 M)
Pandangan dan pendapat yang dipedomani Sayyid Usman adalah bahwa hilal akan mustahil terlihat jika ketinggiannya di bawah 7 derajat, sedangkan pandangan Syaikh Abdul Hamid menyatakan bahwa hilal pada dasarnya bisa dapat terlihat betapapun kurang dari 7 derajat. Untuk menjawab dan menjelaskan hal inilah Syaikh Ahmad Marzuqi bin Ahmad menulis kitab ini (Fadhl ar-Rahman fi Radd man Radda al-Marhum Sayyid ‘Utsman), dimana kitab ini secara jelas mendukung dan menguatkan pendapat bahwa hilal di bawah 7 derajat tidak mungkin terlihat, yang mana ini merupakan pendapat Sayyid Usman.
Secara garis besar, dalam kitab ini Syaikh Ahamd Marzuqi mengkritisi orang-orang yang menolak fatwa Sayyid Usman yang merupakan salah satu murid dan juga cucu dari Syaikh Abdurrahman bin Ahmad al-Mishri.
Secara umum, beberapa poin penting dalam kitab “Fadhl ar-Rahman fi Radd Man Radda al-Marhum Sayyid ‘Utsman” ini antara lain:
- Jika hilal kurang dari 7 derajat, maka mustahil untuk dapat terlihat. Ketentuan ini sudah berlaku di Betawi sejak lama dan berlaku hingga masa 100 tahun. Ini berdasarkan fatwa Sayyid Usman.
- Setelah Sayyid Usman wafat, Guru Manshur bin Abdul Hamid merekonstruksi pemahaman bahwa hilal dapat teramati tidak harus minimal 7 derajat, namun di bawah visibilitas itu juga sejatinya memungkinkan terlihat, yang mana ini merupakan akar permasalahan dan perbedaan pendapat ketika itu.
- Argumen pihak yang mendukung Sayyid Usman adalah dengan alasan karena Sayyid Usman adalah tokoh ulama dan ahli falak yang otoritatif, juga dengan alasan bahwa ambang batas 7 derajat itu telah berdasarkan penelitian komprehensif yang tidak ada keraguan di dalamnya, sebab dalam praktiknya ketika itu belum pernah hilal teramati di bawah 7 derajat.
- Adalah kewajiban seorang kadi untuk menolak saksi yang melihat hilal kurang dari 7 derajat meskipun orang tersebut sudah cukup syarat-syaratnya sebagai saksi, ini berdasarkan pendapat jumhur ulama.
Syaikh Ahmad Marzuqi lahir pada malam Ahad tanggal 16 Ramadan 1294 H/23 September 1877 M di Rawa Bangke (Batavia) atau sekarang dikenal Rawa Bunga, Jatinegara, Jakarta Timur. Nama lengkapnya Ahmad Marzuqi bin Ahmad Mirshad bin Hasnum bin Khatib Sa’ad bin Abdurrahman bin Sultan Ahmad. Diantara guru utama Syaikh Ahmad Marzuqi adalah Al-Habin Sayyid Usman bin Abdillah bin Aqil bin Yahya al-Alawi dan Habib Usman bin Muhammad Banahsan (dikenal dengan Sayid Usman). Syaikh Ahmad Marzuqi bin Ahmad juga adalah diantara generasi ulama Nusantara yang pernah belajar di Haramain (Makkah-Madinah). Persisnya tahun 1325 H/1907 M, saat usianya 30 tahun dia diutus untuk belajar di dua kota yang menjadi pusat ilmu-ilmu keislaman tersebut.
Berikutnya atas arahan sang guru (Sayyid Usman), Syaikh Ahmad Marzuqi bin Ahmad kembali ke Nusantara guna mengajar dan mengembangkan keilmmuannya. Di Nusantara-Indonesia ia melanjutkan dakwah dan pendidikan yang dilakukan sang gurunya tersebut diantaranya melalui pesantren sebagai sarana penyebaran ilmu. Syaikh Ahmad Marzuqi bin Ahmad wafat pada hari Jumat tanggal 25 Rajab 1353 H/2 November 1934 M dalam usia 59 tahun (dalam hitungan Hijriah) atau 57 tahun (dalam hitungan Masehi). Wallahu a’lam[]