Dalam Bahasa Indonesia, kumpulan bintang yang berpola dikenal dengan istilah konstelasi atau rasi bintang. Kata konstelasi merupakan serapan dari Bahasa Latin, constellacio yang berarti sekumpulan bintang, sementara rasi merupakan serapan dari Bahasa Sanskerta
राशि rāśi yang berarti ‘tanda atau simbol zodiak, kumpulan.
Bagi para pegiat astronomi, mengenal rasi bintang merupakan hal-hal awal dalam mengenal astronomi setelah mengenal nama planet dan fase-fase Bulan. Selain karena banyaknya taburan bintang di langit, keberadaan rasi bintang pun dimanfaatkan oleh para pecinta ramalan. 12 rasi bintang yang berada di ekliptika sering diidentikkan dengan hal ihwal kehidupan manusia, yang dikenal dengan astrologi.
Konstelasi bintang berkembang dari masa ke masa, pada perkembangan di Barat konstelasi mulai dikenal sejak abad ketiga sebelum Masehi, dengan 43 konstelasi. Pada abad kedua masehi Ptolomeus menambahkannya menjadi 48 konstelasi. Begitu pula pada masa perkembangan di Arab, dari buku Al-Sufi, tertulis 48 konstelasi. Untuk masa modern sejak tahun 1922, International Astronomical Union (IAU) sudah membuat table 88 konstelasi bintang lengkap dengan batasan-batasannya di langit.
Ternyata untuk mengelompokkan bintang, tidak hanya terbatas pada konstelasi saja. Jika konstelasi bintang merupakan bentuk formal dari pengelompokkan bintang di langit menurut pola yang dibentuk, maka ada bentuk informalnya namun sangat masyhur, yakni asterism. Asterism merupakan pengelompokkan bintang dengan pola tertentu yang bisa mencakup beberapa bintang dari beberapa konstelasi. Seperti asterism segitiga musim panas Vega (Lyra), Altair (Aquila), dan Deneb (Cygnus).
Asterism biasanya berisikan beberapa bintang dengan tingkat kecerahan yang mirip sehingga mudah untuk diidentifikasi oleh para pengamat. Asterism memang tidak baku layaknya konstelasi, namun memiliki peran yang penting bagi pengamat. Asterism dapat berperan dalam navigasi, pertanda musim, dan sebagai titik referensi dalam pengamatan.
Beberapa asterism yang cukup terkenal: