Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Kepala OIF UMSU
Hisab Jumali (Arab: Hisab al-Jummal) adalah sistem angka yang menggunakan abjad Arab. Sistem ini banyak digunakan dalam penulisan Arab silam khususnya naskah-naskah astronomi (ilmu falak). Dalam praktiknya hisab jumali digunakan dalam pencatatan dan penomoran penanggalandan perhitungan. Penggunaan model hisab jumali ini pada awalnya diadopsi oleh bangsa Arab dari Syria dan Irak. Adapun huruf-huruf dalam hisab jumali ada 28 huruf, yaitu:
أ ب ج د ه و ز ح ط ي ك ل م ن س ع ف ص ق ر ش ت ث خ ذ ض غ ظ
Masing-masing huruf ini menunjukkan angka-angka tertentu, yaitu:
Adapun berikut ini adalah contoh kitab yang ditahkik tidak sesuai standar filologi (tahqiq at-turats), yaitu kitab yang berjudul “Risalah ar-Rub’ al-Mujayyab” (halaman 107) karya Ismail bin Mushtafa al-Kalanbawy (w. 1205 H). Kitab ini tergabung dalam dua karya Al-Kalanbawy lainnya dengan judul “Rasa’il al-Kalanbawy fi ‘Ilm al-Falak”. Dalam pembahasan berjudul“Hisshatay al-Fajr wa asy-Syafaq al-Ahmar” (Nilai Fajar dan Syafak Merah) tertulis مط dan dijelaskan (dengan ‘athaf tafsir) bahwa مط maksudnya adalah 19 derajat. Padahal, dalam hisab jumali, huruf مadalah 40 dan huruf طadalah = 9, berarti مطadalah 49. Tentu dalam hal ini tidak logis bahwa dip waktu Subuh adalah minus 49 derajat.
Berikut pernyataan Al-Kalanbawy,
قد وقع بين القوم اختلاف كثير في وقت طلوع الفجر الصادق ومغيب الشفق الأحمر ، والمعتمد عند المحققين أن الأول عند انحطاط الشمس عن أفق المشرق مط أي تسع عشر درجة
“Sungguh telah terjadi di kalangan umat adanya perbedaan besar tentang waktu munculnya fajar sadik dan terbenamnya syafak merah. Adapun yang muktamad di kalangan peneliti bahwa yang pertama (fajar sadik) ketika kedalaman Matahari di bawah ufuk timurمط yaitu 19 derajat”.
Tampaknya dalam tahkiknya atas kitab ini, sang muhaqqiq(Ahmad Farid al-Mazidy) keliru dalam membaca dan menyalin redaksi autentik naskah, dimana dalam redaksi tahkik tertulis مطyang seharusnya adalahيط. Dalam aturan hisab jumali, مط berarti 59, sedangkan يط berarti 19, dalam konteks ini يط adalah yang paling logis.
Selain itu, dalam tahkik kitab ini tidak ada komparasi antar salinan naskah, pun tidak adaketerangan apakah naskah yang ditahkik hanya satu naskah (nuskhah munfaridah), ataukah ada salinan naskah lainnya. Seperti diketahui, penggunaan hisab jumali sudah lazim dalam naskah-naskah astronomi silam, dan sesuatu yang tidak biasa seorang mu’allif menjelaskan lagi nilai (angka) bilangan hisab jumali tersebut (yaitu dengan kalimat أي تسع عشر درجة), boleh jadi redaksi autentik mu’allif adalah يط (yang berarti 19), namun muhaqqiq keliru dalam membaca dan menuliskannya dengan مط, boleh jadi juga murid atau penyalin naskah yang keliru menuliskannya dengan مط dan memberi penjelasan bahwa maksudnya adalah 19 derajat, atau kemungkinan-kemungkinan lainnya. Wallahu a’lam.
Patut dicatat lagi, dalam kitab ini tidak ada kajian pendahuluan (yang disebut “dirasah”) oleh muhaqqiq, karena itu pelabelan “tahqiq wa dirasah” di cover kitab ini ‘diragukan’. Seperti diketahui juga, tahkik dan terbitan “Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah” (Beirut) memang kerap diragukan oleh sejumlah ulama dan muhaqqiq modern. Wallahu a’lam