Alquran mengajarkan bahwa kemajuan keberagamaan dicapai dengan perantara belajar. Alquran amat menekankan pentingnya proses belajar. Bahkan kenyataanya, seluruh filosofi Alquran didasarkan pada pembelajaran yang pada gilirannya akan mengangkat derajat manusia. Perintah pertama Allah kepada manusia adalah belajar.
Bacalah dengan (menyebut) Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantara kalam. (QS. Al-Alaq 96 : 1-5)
Inilah wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ yakni berupa perintah agar membaca dan mencari ilmu pengetahuan tentang rahasia dan sifat kekuasaan Tuhan. Sebab, tanpa pengetahuan manusia tidak dapat mengenal Tuhan dan rahasia kemahakuasaan dan keagungan-Nya. Firman tersebut jelas menunjukkan bahwa Tuhan menghendaki agar manusia mengenal-Nya melalui manifestasi dan keajaiban-Nya dalam alam semesta ini.
Observasi tentang rahasia ciptaan Tuhan yang terdapat dalam struktur materi akan membuang jauh-jauh pandangan yang membedakan antara alam materi dan alam spiritual serta membuka semua pintu kemajuan sampai tak terbatas luasnya. Lewat studi dan pengenalan alam semesta, manusia dapat naik derajatnya ketingkat yang lebih tinggi dari sekadar sebagi makhluk materi menuju pada kesadaran ruhaniah dan ketinggian moral sehingga akan memperoleh rahmat yang kekal.
Jika manusia menolak mengikuti garis ini dan hanya terpaku kepada studi tentang materi, ia akan kehilangan kedudukannya serta akan jatuh dalam kebodohan yang paling dalam. Keadaan ini terjadi karena ia membuat penafsiran ilmiah tentang kehidupan dan alam semesta yang terlepas dari petunjuk Alquran. Ia mencari sesuatu yang lain untuk mendapatkan keyakinan/keimanan, seolah-olah alam material beserta segala mukjizat dan keajaibannya tidak cukup sebagai petunjuk untuk membawanya kepada keimanan pada Allah. Dengan sikap ini, ia mengabaikan nilai-nilai dunia materil dan tak mampu lagi melihat hal-hal gaib yang tersembunyi di balik alam materi. Keadaan demikian membawanya kepada alam khayal dan ilusi yang jauh dari realitas yang sesungguhnya, menjauhkan diri dari fakta bahwa realitas kehidupan nyata merupakan bukti eksistensi Allah.
Sesungguhnya struktur materi itu memberikan kepada manusia suatu tamsil yang menakjubkan tentang keajaiban kekuasaan Allah. Tetapi sebagian manusia tidak mengetahuinya.
Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya sedang mereka berpaling daripadanya (QS Yusuf 12 : 105)
Katakanlah: “Perhatikanlah apa yang di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.” (QS Yunus 10 : 101)
Orang yang demikian itu hanya melewati begitu saja alam ciptaan Allah yang menakjubkan ini, tanpa melakukan penelitian tentang rahasia dan keajaiban yang terhampar di dalamnya. Mereka menunjukkan sikap tak acuh terhadap keajaiban materi yang menunjukkan tanda kebesaran dan keagungan Allah.
Superioritas manusia atas para malaikat dan makhluk ciptaan-Nya yang lain sebenarnya didasarkan atas pengetahuan tentang sifat-sifat Tuhan yang ia peroleh ketika meneliti fenomena fisik alam semesta. Manusia yang sungguh-sungguh merasakan ketakjuban akan ciptaan Allah dan sungguh-sungguh merasakan manfaat dari ketertiban dan keseimbangan hukum-hukum alam dari dunia material pada satu pihak, serta dengan tegas menyaksikan adanya peran dan perintah Tuhan di balik itu semua pada pihak lain, dengan mudah meyakini bahwa itu semua merupakan refleksi dan eksistensi Tuhan. Dengan bekal kesadaran ini, kajian Alquran dan kajian alam semesta menjadi satu kesatuan integral. Kesadaran ini juga akan membuang jauh-jauh kendala semu yang membedakan antara kepercayaan terhadap fakta material dan kepercayaan terhadap fakta spiritual, sebab keduanya menyatu dengan kukuh dalam satu keyakinan pokok bahwa fenomena material dan fenomena apapun baik berupa alam material maupun spiritual memiliki sumber yang sama, yakni Tuhan, dan kesemuanya terjadi karena perintah dan kehendak Tuhan.
Tulisan ini dikutip dari buku karya Afzalur Rahman dengan judul “Ensiklopediana Ilmu Dalam Alquran”.