Alat pengukuran waktu memiliki sejarah panjang untuk pada akhirnya sampai pada zaman digital sekarang ini. Pergantian siang dan malam telah membagi waktu aktivitas kehidupan sehari-hari manusia dimana siang untuk bekerja dan malam untuk istirahat. Pergantian siang dan malam di sebabkan adanya rotasi bumi yaitu perputaran bumi pada porosnya, siang terjadi saat bumi menghadap ke matahari sedangkan malam terjadi saat bumi membelakangi matahari tersebut. Aktivitas manusia yang semakin kompleks membuat mereka berpikir bahwa tak cukup hanya membagi hari dalam siang dan malam, sehingga mereka mulai membagi waktu berdasarkan pergerakan posisi matahari yang mereka lihat setiap hari, yaitu naik dari tempat terbit di kaki langit, bergerak hingga sampai tepat di puncak kepala lalu bergeser turun kembali ke kaki langit di tempat terbenam. Maka dari itu terciptalah jam matahari (Mizwala ).
jam matahari (Mizwala ) yang berasal dari bahasa ( Arab : al- mazawali atau al- mizwalah asy-syamsiyyah ) sebuah instrumen Astronomi penentu waktu tertua di dunia, sejak 3500 tahun SM yang di pakai pada orang zaman terdahulu digunakan sebagai penunjuk waktu melalui bayang- bayang matahari, dan penggunaannya memang hanya dapat berfungsi ketika ada sinar matahari ( bayang- bayang ) . Jam matahari ini adalah perangkat penunjuk waktu setempat yang terdiri dari Gnomon dan bidang dial. Gnomon adalah tongkat perantara jatuhnya bayangan matahari. Sedangkan bidang dial adalah bidang datar tempat jatuhnya bayangan matahari yang menyentuh Gnomon, bidang dial ini terdiri dari garis-garis penanda penunjuk waktu. Jadi ketika sebuah Gnomon atau tiang tegak lurus yang diletakkan pada sebuah permukaan datar yang mana tiang itu membentuk garis bayang- bayang yang berubah- ubah sesuai perubahan gerak semu matahari. Penetuan waktu pada alat ini ditandaai berdasarkan panjang bayangan tiang tersebut, bayangan itu akan tampak sangat pendek takkala berada pada waktu zawal.
Perkembangan jam matahari (Mizwala) secara historis dilatarbelakangi atas pemahaman mendalam terhadap teori segitiga bola yang menjadi dasar utama konstruksi Mizwala. Dalam praktiknya alat ini berfungsi sebagai menerjemahkan fenomena zawal, deklinasi, ketinggian, dan terbit – terbenam. Sedangkan Perkembangan jam matahari (Mizwala) dalam konteks sosial pra Islam, praktik Mizwala lebih memberi rumusan praktis tentang bagaimana orang-orang dahulu mengindantifikasi waktu dan menjalankan aktifitas sehari –hari berdasarkan rotasi harian matahari. Sementara itu peradaban Islam, penggunaan Mizwala meluas tidak sekedar upaya indentifikasi waktu, namun menjadi sarana penting penentu waktu ibadah sholat khususnya Zuhur dan Asar. Dan di era modern jam matahari (Mizwala) menjadi media pembelajaran tentang langit, matahari dan waktu./KBR