Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Dosen UMSU dan Kepala OIF UMSU
Astrologi (Arab: an-nujum, at-tanjim) merupakan kajian yang banyak digeluti masyarakat sejak dahulu hingga sekarang. Dalam sejarah ada banyak karya yang ditulis para tokoh dan ulama tentang hal ini baik yang bersifat dukungan maupun kritikan dan ataupun penolakan, dimana kajian dan fenomena astrologi ini berjalan sangat dinamis. Dalam kenyataannya, tradisi dan praktik astrologi juga ada dan sampai di Nusantara, diantaranya di Aceh. Mungkin juga astrologi tersebar di berbagai kawasan Nusantara (Indonesia) lainnya.
Aceh yang sejak lama dikenal sebagai kawasan islami di Nusantara dan menjadi jalur masuknya Islam ke Nusantara juga ternyata telah tersusupi dengan aneka praktik astrologi sebagaimana terekam dalam naskah-naskah manuskrip yang ada. Dalam penelusuran penulis selama 10 hari di Museum PEDIR Aceh, terdapat sejumlah naskah yang bertemakan astrologi (nujum, tanjim). Naskah-naskah ini menjadi ciri dan corak tersendiri dari naskah-naskah yang ada di Aceh secara umum. Di Museum PEDIR setidaknya ada puluhan naskah yang membahas tentang astrologi, peramalan, azimat, dan jampi-jampi yang tampaknya seluruhnya belum pernah dikaji dan dipelajari oleh para peneliti naskah maupun sejarawan. Namun yang unik dan patut ditelusuri lebih jauh, naskah-naskah astrologi ini adakalanya bercampur dengan aspek-aspek religius Islam seperti penggunaan ayat-ayat terkait terhadap ramalan yang diterapkan. Selain itu, naskah-naskah astrologi di Museum PEDIR adakalanya dikemukakan secara amat singkat alias hanya berupa catatan ringan dari penulis atau penyalinnya. Hal ini setidaknya mengindikasikan bahwa praktik dan pemahaman astrologi itu telah ada dan lazim berkembang di tengah masyarakat.
Museum PEDIR sendiri adalah Museum swasta di Aceh yang menyimpan dan mengoleksi benda-benda bersejarah warisan peradaban Aceh silam. Museum ini beralamat di dua lokasi berbeda yaitu Blang Glong Pidie Jaya dan Punge Blang Cut Banda Aceh. Hanya saja dalam perkembangannya aktivitas museum lebih dominan berjalan di Banda Aceh karena pusat kota sehingga lebih mudah diakses berbagai pihak. Penamaan “PEDIR” sendiri seperti dituturkan pendirinya (Masykur Syafruddin) merujuk kepada nama Kerajaan PEDIR yang dahulu eksis di Pidie.
Bila diperhatikan lagi, naskah-naskah astrologi di Museum PEDIR ini berisi aspek-aspek praktis dan sosiologis masyarakat Aceh ketika itu. Dimana seperti diketahui dalam sejarahnya astrologi muncul dan berkembang karena secara langsung berkaitan dengan hidup dan kehidupan keseharian manusia, atau persisnya berbicara tentang suka dan dukanya.
Dalam konstruksinya, naskah-naskah astrologi koleksi Museum PEDIR berisi rajah-rajah dan ramalan tentang seseorang atau sekelompok orang (masyarakat) yang mana ini merupakan aplikasi dan implementasi dari astrologi. Hanya saja tipologi ini tampak berbeda dengan tipologi astrologi sebagai berkembang di dunia Arab yang tetap memerhatikan aspek fisis dan perhitungan bintang-bintang dan atau benda langit yang menjadi obyek ramalan. Fenomena dan kondisi ini tampaknya mengindikasikan bahwa astrologi di Aceh tak lebih sekedar repetisi praktik dari prediksi-prediksi yang ada dalam kaidah dan produk astrologi yang dikenal dengan horoskop, yang berasal dan berakar dari literatur-literatur astrologi Arab maupun Yunani.
Tentu, penelitian lebih lanjut akan hal ini masih diperlukan lagi demi kesimpulan yang lebih autentik. Sebab, yang penulis lakukan hanya telaah singkat atas naskah-naskah yang ber-genre astrologi sebagai tersimpan di Museum PEDIR, sementara seperti diketahui pusat dan situs manuskrip di Aceh cukup banyak tersebar di penjuru Aceh seperti Museum Tanoh Abee, Perpustakaan dan Museum Ali Hasyimi, Museum Negeri Aceh, dan lain-lain. Ditambah lagi seperti dituturkan Masykur Syafruddin (direktur Museum PEDIR) dan Hermansyah Yahya (pakar Filologi UIN Ar-Raniry Banda Aceh) bahwa naskah-naskah di Aceh masih banyak tersimpan dan terkoleksi di kurator dan kolektor pribadi. Dengan penelitian dan penelusuran lebih komprehensif lagi, tentu akan memberi deskripsi dan kesimpulan yang lebih akurat.
Namun patut dicatat bahwa tradisi dan praktik astrologi adalah fenomena umum yang berlaku di semua bangsa dan peradaban dalam sepanjang sejarahnya. Fenomena ini tidak lain seperti dikemukakan di atas adalah karena ia berbicara tentang seseorang atau sekelompok orang tentang suka dan dukanya di masa yang akan datang. Tentu hal semacam ini menarik bagi banyak orang, terutama kalangan awam yang tidak memiliki keyakinan religius (Islam) yang kuat.
Namun dalam kajian akademik, praktik astrologi sejatinya mendapat kritikan dari para astronom sejak silam yaitu karena ketidakakuratan hisab dan prediksi fisisnya. Diantara peneliti dan sejarawan kontemporer yang menolak memasukkan astrologi sebagai bagian sains-eksakta adalah David A King dalam sejumlah karya dan artikelnya. Menurutnya, astrologi tertolak secara keilmuan semata karena ketidak ilmiahannya, bukan karena faktor teologi sebagaimana dalam syariat Islam. Wallahu a’lam[]
*InsyaAllah akan terbit katalog naskah koleksi Museum PEDIR berjudul : “Katalog Naskah Astronomi, Matematika, Astrologi, Koleksi Museum PEDIR Aceh”, disusun oleh : Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Akrim, dan Masykur Syafruddin.