Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Kepala Observatorium Ilmu Falak UMSU
Subuh (Arab: “ash-shubh”, jamaknya “al-ashbah”), dalam bahasa Arab bermakna awal hari (awwal an-nahar). Subuh juga bermakna fajar. Kata Subuh dan yang seakar dengannya banyak disitir di dalam al-Qur’an, antara lain QS. Al-An’am ayat 96, “faliq al-ishbah” (Dialah yang menyingsingkan Subuh). Lalu QS. At-Takwir ayat 18, “wa ash-shubh idza tanaffas” (Demi waktu Subuh apabila telah menyingsing). Lalu QS. Ash-Shaffat ayat 137, “wa innakum latamurruna ‘alaihim mushbihin” (Dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melalui mereka di waktu pagi). Sementara itu dalam hadis Nabi Saw disebutkan, “ashbihu bi ash-shubh fa innahu a’zhamu li al-ajr” (berseggeralah kamu salat Subuh, sebab ganjarannya lebih besar”. Subuh (ash-shubh) yang dimaksud dalam hadis ini adalah ketika terbit fajar.
Sementara itu fajar (Arab: al-fajr), secara bahasa bermakna pencahayaan gelap malam dari sinar pagi. Para ulama sepakat bahwa fajar ada dua yaitu fajar kazib dan fajar sadik. Fajar kazib (al-fajr al-kādzib) disebut juga dengan fajar pertama (al-fajr al-awwal) karena muncul pertama kali dan berikutnya disusul munculnya fajar sadik. Tanda-tanda alami fajar kazib adalah ia muncul menjulang ke langit laksana ekor Serigala dan sesaat kemudian menghilang. Fajar kazib disini dimaknai menyerupai ekor Serigala yang berwarna hitam, hanya saja bagian dalam ekornya berwarna putih. Fajar kazib sendiri berwarna putih bercampur warna hitam.
Sementara itu fajar sadik (al-fajr ash-shādiq) disebut juga fajar kedua (al-fajr ats-tsāny). Dinamakan demikian oleh karena ia muncul setelah fajar kazib. Tanda-tanda alami fajar sadik adalah tampak menyebar di sepenjuru ufuk dengan warna keputih-putihan. Cahayanya terus bertambah sampai akhirnya terbit Matahari. Menurut Syekh Wahbah az-Zuhaili, fajar sadik yang menjadi pertanda dimulainya awal Subuh adalah cahaya putih yang tampak dan menyebar di ufuk timur yang muncul beberapa saat setelah fajar kazib. Fajar kazib dan fajar sadik muncul secara bergantian, sehingga munculnya fajar kazib menjadi syarat bagi munculnya fajar sadik.
Menurut An-Nawawi (w. 676 H/1277 M) dalam “Kitāb al-Majmū’ Syarh al-Muhadzdzab”, dinamakan fajar kazib (dusta) adalah karena fajar ini pada awalnya tampak (muncul) dan bersinar namun kemudian menghilang. Sementara itu dinamakan fajar sadik karena ia dikategorikan benar-benar tampak dan jelas, dan ia menjadi pertanda tiba dan dimulainya waktu Subuh.
Di dalam al-Qur’an, istilah fajar disebut dengan dua istilah yaitu “al-khaith al-abyadh” (benang putih) sebagai fajar sadik dan “al-khaith al-aswad” (benang hitam) sebagai fajar kazib. Dua istilah ini ditemukan dalam QS. Al-Baqarah ayat 187, “wa kulu wa asy-rabu hata yatabayyan lakum al-khaith al-abyadh min al-khaith al-aswad min al-fajr” (Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar). Benang putih (al-khaith al-abyadh) dalam ayat ini difahami sebagai batas dimulainya puasa yang mana ia muncul setelah munculnya benang hitam (al-khaith al-aswad)