Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Kepala Observatorium Ilmu Falak UMSU
Rumusan waktu-waktu salat secara umum tertera dalam QS. An-Nisā’ [04] ayat 103 yang menyatakan bahwa waktu-waktu salat itu telah ditentukan waktunya dan dengan demikian tidak dapat dikerjakan dalam sembarang waktu. Allah berfirman, “Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” (QS. An-Nisā’ [04]: 103).
Ayat ini secara umum memberi penjelasan bahwa salat memiliki limit waktu (batas awal waktu dan batas akhir waktu). Menurut Ibn Abbas, kata “kitāban mauqūtā” dalam ayat ini bermakna sebagai suatu ketentuan fardu. Selanjutnya Ibn Abbas dan Abd ar-Razaq seperti dikutip Ibn Katsīr (w. 774 H/1372 M) dalam tafsirnya memaknai kata “kitāban mauqūtā” sebagai bahwa salat memiliki limit waktu seperti halnya dalam ibadah haji.
Selanjutnya, ada sejumlah ayat yang mengindikasikan waktu Subuh, dimana antara satu ayat dengan ayat lainnya saling berkaitan. Antara lain, QS. Ar-Rum [30] ayat 17, “Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh”. Kalimat “wa hīna tushbihūn” (dan waktu kamu berada di waktu subuh) dalam ayat ini dimaknai sebagai waktu Subuh.
Al-Isra’ [17] ayat 78, “Dirikanlah salat dari sesudah Matahari tergelincir sampai gelap malam, dan dirikanlah salat Subuh, sesungguhnya salat Subuh itu disaksikan oleh Malaikat”. Secara umum, ayat ini menegaskan tentang waktu-waktu salat, dimana kalimat “lidūluk asy-syams” (matahari tergelincir) menunjukkan waktu Zuhur dan Asar, lalu “ilā ghasaq al-lail” (sampai gelap malam) sebagai waktu Magrib dan Isya, sementara waktu fajar (Subuh) dijelaskan pada kalimat “wa qur’ān al-fajr”. Disebut “qur’ān al-fajr” adalah karena padanya tercakup bacaan salat.
At-Takwir [81] ayat 18, “Demi Subuh apabila fajar mulai menyingsing”. Kata “tanaffas” (menyingsing) dalam ayat ini maksudnya adalah terbit fajar.
Al-Baqarah [02] ayat 187, “Makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar. Lalu sempurnakanlah puasa itu hingga datang malam”. Dalam ayat ini, istilah fajar dikemukakan dengan dua terminologi yaitu “al-khaith al-abyadh” (benang putih) sebagai fajar sadik, dan “al-khaith al-aswad” (benang hitam) sebagai fajar kazib. Benang putih dalam ayat ini dimaknai sebagai limit dimulainya ibadah puasa yang muncul setelah benang hitam. Kalimat “yatabayyan khaith al-abyadh min khaith al-aswad” diterjemahkan sebagai terangnya benang putih dibanding benang hitam, atau cahaya yang tampak membentang di ufuk laksana benang panjang pada saat terbit fajar sadik dan benang hitam yang membentang bersama cahaya fajar dari gelap malam. Secara spesifik ayat ini berkenaan dengan puasa yaitu dibolehkannya makan dan minum (sahur) hingga tiba waktu fajar.
Al-Baqarah [02] ayat 238, “Peliharalah semua salat(mu), dan (peliharalah) salat wusthā. Berdirilah untuk Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk”. Ayat ini betapapun tidak secara tegas menunjukkan waktu-waktu salat, namun terdapat anjuran untuk menjaga dan menunaikan salat pada waktu-waktunya. Dalam ayat ini terdapat ungkapan “ash-shalāh al-wusthā” (salat pertengahan), dimana menurut pendapat yang sahih dalam mazhab Syafii bahwa yang dimaksud adalah salat Subuh. Demikian lagi menurut Al-Mawardi yang merupakan pendapat Ibn Abbas, Jabir dan Abu Musa al-‘Asy’ari, dengan alasan dalam ayat ini disebutkan kalimat “wa qūmū li Allāh qānitīn”, dimana “kunut” ada dalam salat Subuh.
Qāf [50] ayat 39-40, “Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya). Dan bertasbihlah kamu kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai sembahyang”. Kata “wa sabbih” (bertasbihlah) dalam ayat ini bermakna dirikanlah salat sebelum matahari terbit, maksudnya adalah salat Subuh.
Thāhā [20] ayat 130, “Maka sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu siang hari, supaya kamu merasa senang”. Kalimat “wa sabbih bihamdika qabla thulū’ asy-syams” (dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari) dalam ayat ini dimaknai sebagai salat Subuh.
Wallahu a’lam