Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Kepala OIF UMSU
Gambar: Hilal Siang Rekor Dunia
Muhammad Yusuf, lahir 19 April 1983, adalah peneliti di Observatorium Bosscha Bandung (Jawa Barat). Ia adalah peneliti muda yang instens melakukan penelitian dan pengmaatan benda-benda langit terutama di Observatorium Bosscha, tempatnya bertugas dan bekerja. Sejumlah hasil observasi benda langit yang didapat ia publis di media sosial. Namun prestasinya dalam bidang observasi hilal yang membanggakan secara kualitas adalah rekor pengamatan hilal pasca ijtimak di siang hari. Hasil bidikannya ini memecahkan rekor yang sebelumnya dipegang oleh Thierry Legault dan Martin Elsasser dari Prancis. Muhammad Yusuf berhasil mengabadikan citra sabit siang hari pada tanggal 3 Agustus 2016 untuk hilal bulan Zulkaidah 1437 H dengan lokasi Gedung Surya, Observatorium Bosscha. Citra hilal yang ia dapat berelongasi 3 derajat 44 menit, yaitu tepat pada jam 08:26 WIB. Adapun instrumen (teleskop) yang digunakan William Optics ZS66. Hasil olah citra dan bidikannya ini bisa dilihat di link timelapse : https://www.youtube.com/watch?v=FkRKp6qVMRs.
Bulan sabit muda dengan iluminasi cahaya sangat kecil (0,1%) pada sudut elongasi 3°44′ pada tanggal 3 Agustus 2016 dari Observatorium Bosscha, Lembang, Jawa Barat.
Adapun metode yang digunakan adalah dengan melakukan pengambilan citra melalui teleskop yang secara real time diolah dengan menggunakan software. Pengolahan yang dilakukan adalah berupa pembersihan citra, lalu dilakukan penumpukan, dan selanjutnya kontrasnya ditingkatkan.
Rekornya ini juga di publis di sebuah jurnal ternama bernama dengan judul ”CCD Observation of Daylight Crescent Moon at Bosscha Observatory”, terbit dalam “Journal of Physics: Conference Series” 2019, yang ditulis secara bersama oleh P. Mahasena, M. Yusuf, Muhammad Irfan, E.I. Akbar, A.T.P. Jatmiko, D. Mandey, A. Setiawan, M. Sulaeman, T. Hidayat, dan D. Herdiwijaya. Publikasi jurnalnya yang lain berjudul “Pencitraan Bulan pada saat Konjungsi”, terbit di Journal of Multidiciplinary Academic, 2019, ditulis secara bersama oleh Muhammad Yusuf, Mochamad Irfan, dan Yatny Yulianty.
Selain itu, dengan kelengkapan teleskop dan instrumen-instrumen pendukung yang ada di Observatorium Bosscha, ia berhasil memotret dan mengabadikan sejumlah benda langit fenomenal, antara lain Bintang Ganda, yaitu dengan metode speckle interforemetry di Indonesia, lalu pengamatan Exoplanet WASP-74 b, lalu pengembang fully automatic robotic system pertama di Indonesia, lalu Nebula Kepala Kuda, dan lain-lain. Sejumlah hasil observasinya inipun ia publis secara online dan terutama di akun media sosialnya.
Seperti diketahui, sebelum Muhammad Yusuf, praktisi dan pemerhati hilal di Indonesia (bahkan dunia) mengenal rekor hilal siang hari yang dapatkan oleh dua orang astronom asal Eropa yaitu Thierry Legault dan Martin Elsasser. Thierry Legault berhasil memotret dan mengabadikan sabit saat ijtimak pada jam 09:14 waktu setempat. Metode yang digunakan adalah dengan menahan (menghalangi) Matahari dengan menggunakan papan atau sejenisnya berlubang, lantas dipotret dengan instrumen teleskop yang telah dilengkapi filter inframerah 850, plus kamera digital. Selanjutnya citra hilal yang didapat diolah dengan koreksi medan rata (flat field, koreksi piksel kamera), lalu kontrasnya ditingkatkan dan diberi pilihan warna biru.
Sementara itu Martin Elsasser berhasil memotret dan mengabadikan bulan sabit muda yang berusia 4 jam 11 menit pada siang hari, yaitu pada jam 09:08-09:40 waktu setempat. Adapun metode yang ia digunakan adalah dengan membidik hilal dengan menggunakan instrumen teleskop yang sudah dilengkapi tabung panjang untuk menghalangi (menahan) sinar Matahari yang menerangi. Selanjutnya citra kamera digital diproses untuk meningkatkan kontras hilal (bulan sabit) siang tersebut.
Bahkan, atas capaian rekor keduanya yang spekatkuler itu, Agus Mustofa menginisiasi dengan membuat pertemuan tingkat nasional dengan mengundang Thierry Legault untuk mempresentasikan hasil observasi sabit siangnya, serta berbagi trik-trik mendapatkannya. Turut serta juga dalam pertemuan itu Dr. Mahasena Putra (ketika itu Kepala Observatorium Bosscha) dan Prof. Dr. Din Syamsuddin (ketika itu Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah), dan peserta pemerhati, peneliti, dan praktisi hilal dan astronomi dari berbagai kalangan.
Namun, seiring rekor Muhammad Yusuf di atas, secara otomatis memecahkan rekor milik dua peneliti langit asal Eropa itu. Artinya, rekor terendah sabit siang yang teramati dengan menggunakan teleskop dan segenap perangkat pendukungnya kini dipegang oleh peneliti langit asal Indonesia, peneliti muda bernama Muhammad Yusuf.
Secara keilmuan, capaian dan atau rekor Muhammad Yusuf ini tentu sangat membanggakan dan menjadi pemicu semangat peneliti dan praktisi hilal di Indonesia. Capaian Muhammad Yusuf ini juga setidaknya menjadi ‘nilai jual’ tinggi di dunia astronomi, dan menjadi modal dan kepercayaan tinggi untuk percaya dan optimis dengan peneliti-peneliti hilal dan astronomi asal Indonesia.
Dalam konteks ini pula, keberadaan observatorium menemukan momentum dan arti penting keberadaannya, bahwa untuk mencapai hasil maksimal tentu diperlukan sumber daya manusia mumpuni yang menguasai astronomi dan segenap tekniknya, lalu memiliki peralatan yang memadai, dan tak lalah pentingnya memiliki optimisme untuk berhasil. Karena itu sudah saatnya observatorium-observatorium di Indonesia yang kini tengah berkembang untuk terus berkontribusi dan meningkatkan kualitasn penelitian langitya.[]