Oleh: Muhammad Hidayat, M.Pd
Tim Peneliti OIF UMSU Alumni Kursus Ulama tarjih 2012-2014
Berbicara tentang integrasi ilmu banyak tokoh atau pakar dalam negeri, luar negeri bahkan lintas zaman yang membahas integrasi ilmu dengan berbagai istilah lainnya seperti Nidhal Guessoum, Syed Naquib al-Attas, Seyd Hosen Nasr, Zaghlûl al-Najjâr yang pada intinya sains dan Al-Qur’an tidak bertentangan satu sama lain. Diskursus konsep integrasi ilmu masih intens digelorakan, Seperti Nidhal Guessoum yang memberikan analisis dan kritiknya terhadap beberapa model pemikiran islamisasi sains yang berkembang saat ini salah satunya pada prinsip-prinsip kerja i‘jâz Ilm. I‘jâz al-‘ilm adalah pemikiran yang menyatakan bahwa ayat-ayat Alquran jika dibaca dan ditafsirkan secara ilmiah akan secara eksplisit mengungkapkan sebagian kebenaran ilmiah, karena Alquran berisi segala jenis pengetahuan dari zaman kuno sampai modern.
Nidhal menjelaskan prinsip-prinsip i‘jâz sangat normatif, tidak fundamental. Prinsip yang ditawarkan tidak berbeda dengan aturan metodologis akademik yang berlaku di kampus pada umumnya kemudian terkait dengan penggunaan fakta-fakta yang sudah mapan sebagai pendekatan i‘jâz seperti yang disampaikan oleh para tokoh i‘jâz. Nidhal menyampaikan Apa dasar menilai bahwa sebuah gagasan tertentu telah menjadi fakta atau teori yang telah mapan? Apakah pendukung i‘jâz misalnya akan menganggap bahwa teori gravitasi Isaac Newton (1643-1727 M) adalah fakta alam yang sudah mapan? Padahal, Albert Einstein (1879-1955 M) yang punya teori gravitasi. Apakah teori Einstein juga mapan? Mana yang dipilih dan atas dasar apa?
Penulis memahami penjelasan para pakar integrasi ilmu sejatinya saling menguatkan satu sama lain sehingga menurut hemat penulis ayat Al-Qur’an terkhusus ayat kauniyah dapat ditafsirkan, dipahami, dipelajari dan dianalisis melalui pendekatan Bayani, Burhani dan Irfani. Bayani adalah sistem pengetahuan Islam yang bertitik tolak dari nas sebagai sumber pengetahuan dasar. Sedangkan Burhani adalah sistem pengetahuan yang berbasis pada akal (al-‘aql) dan empirisme (al-tajribah) dan Irfani berdasarkan kepada upaya meningkatkan kepekaan nurani dan ketajaman intuisi batin melalui pembersihan jiwa.
Apabila sains dan teknologi yang berkembang belum mampu memberikan penjelasan dengan menggunakan metode sains, maka ayat kauniyah tersebut baru dapat dipahami dalam ranah Bayani, Irfani dan menjadi tugas kita untuk terus meneliti sehingga dapat menjelaskan dalam ranah Burhani. Dan yang harus dicatat bahwa tidak akan mungkin terjadi pertentangan antara sains dengan ayat Al-Qur’an, karena Al-Qur’an sudah dijamin Allah kebenarannya dan sebagai petunjuk bagi manusia.
Ada banyak sekali ayat didalam Al-Qur’an yang berbicara tentang sains atau alam semesta salah satunya fenomena alam atau kehadiran fajar dalam penentuan waktu subuh. Muhammadiyah telah menetapkan perubahan kriteria waktu subuh semula kedalaman Matahari dibabawah ufuk -20 derajat menjadi -18 derajat dan hal tersebut dapat diterima oleh warga persyarikatan, bukan hal yang mudah untuk menetapkan suatu perubahan yang pada akhirnya dapat diterima, menurut penulis banyak faktor dapat diterimanya perubahan kriteria waktu subuh yang ditetapkan oleh Muhammadiyah. Salah satunya warga persyarikatan telah memahami dengan baik konsep integrasi ilmu atau prinsip ilmu dan sains tidak bertentangan, walaupun Muhammadiyah tidak menggaungkan narasi atau konsep integrasi ilmu namun pada praktiknya Muhammadiyah memilki konsep yang matang dalam memahami, mengelaborasi dan menetapkan hukum yang berkaitan dengan sains atau alam semesta melalui Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (MTT PPM).
MTT PPM dalam istinbath hukumnya menggunakan beberapa unsur seperti wawasan, sumber, pendekatan, metode. Semua unsur tersebut saling terkait, tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya dalam upaya pemahaman keagamaan di lingkungan Muhammadiyah. Pertama, Wawasan dapat disebut juga dengan sudut pandang atau perspektif seperti wawasan tajdid, wawasan tidak berafiliasi mazhab, wawasan keterbukaan, wawasan toleransi, wawasan paham keagamaan dll kedua sumber dapat dibagi menjadi dua yaitu sumber pokok (Al-Qur’an dan Hadis) dan sumber Instrumental seperti Ijtima’, Qiyas, Fatwa sahabat dll ketiga pendekatan yaitu pandangan teoritis yang menjadi pintu masuk untuk melakukan kajian masalah yang dibahas yaitu ada tiga Bayani, Burhani, Irfani. Keempat metode yaitu prosedur tehnis dalam penyimpulan norma-norma hukum Islam ada tiga metode yaitu bayani (literal), ta’lili (kausasi) dan taufiqi. Salah satu pendekatan dalam Burhani yaitu dengan kehadiran sains dan teknologi membantu memberikan penjelasan dengan menggunakan metode sains. Sehingga dapat lebih utuh dalam memahami sebuah ayat Al-Qur’an. Oleh karena itu dengan keputusan melalui MTT PPM yang kredibel warga persyarikatan tidak ragu dalam melaksanakan keputusan yang telah ditetapkan.
Wallahu A’lam