Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Kepala OIF UMSU
Dr. Kassim Bahali adalah peneliti di Institut Alam & Tamadun Melayu Universiti Kebangsaan Malaysia. Salah satu kontribusi Kassim Bahali dalam bidang astronomi (ilmu falak) adalah penelitiannya tentang awal waktu Subuh (fajar). Kassim Bahali melakukan penelitian waktu Subuh sejak 2017 sampai 2019 di tiga negara dalam kawasan Asia Tenggara yaitu Malaysia, Indonesia, dan selatan Thailand. Di Malaysia ada 20 lokasi, di Indonesia ada 6 lokasi, dan di Thailand 1 lokasi. Adapun tanggal (hari) pengamatan fajar yang dipilih Kassim Bahali adalah hari-hari (tanggal-tanggal) yang minim cahaya bulan (yaitu tanggal 1-13 bulan-bulan hijriah). Dalam kesimpulan penelitiannya, Kassim Bahali menetapkan dip waktu Subuh -17 derajat. Hasil penelitiannya ini menjadi faktor utama Kerajaan Malaysia mengubah anggitan awal waktu Subuh yang semula -19 dan -20 derajat menjadi -18 derajat.
Sebaran titik (lokasi) penelitian Kassim Bahali di tiga negara di Asia Tenggara
Menurutnya, jadwal-jadwal waktu salat sebagai berlaku di Malaysia hari ini dengan kedalaman Matahari di bawah ufuk timur -19 dan -20 derajat pada umumnya dihitung oleh ahli-ahli falak masa pra-kemerdekaan Malaysia yang tidak didukung data-data observasi, antara lain Syaikh Abdullah Fahim, Syaikh Wan Sulaiman bin Wan Sidek, Haji Umar Ismail Nuruddin, Haji Ismail Abd Majid, Syaikh Thahir Jalaluddin, dan Umar Nuruddin Sungai Keladi.
Adapun latar historis mengapa di Malaysia, dan juga negara-negara di Asia Tenggara, menggunakan -20 derajat adalah merujuk pada kitab “Pati Kiraan” yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Thahir Jalaluddin (w. 1376 H/1956 M). Selain itu juga terdapat dalam karya Syaikh Muhammad Thahir Jalaluddin yang lain yaitu “Nukhbah at-Taqrīrāt fī Hisāb al-Auqāt wa Samt al-Qiblah bi al-Lugharitmāt”.
Adapun nukilan dalam “Pati Kiraan” yang menerangkan tentang anggitan -20 derajat adalah:
“Yang tersebut pada kebanyakan kitab Miqat ialah 17 darjah sahaja bagi Isya’ dan 19 darjah bagi fajar dengan tiada memasukkan kerendahan ufuk mar’i daripada hakiki dan separuh garis tengah bulatan matahari jumlahnya satu darjah apabila ditambahkan dia kepada 17 atau 19 niscaya jumlah 18 atau 20 darjah bagaimana yang tersebut di atas”.
Dalam penelitiannya sejak 2011-2019, Kassim Bahali meneliti waktu fajar di dua teritorial-lokasi berbeda yaitu di daratan dan di dalam pesawat terbang. Adapun motivasi dan latar belakang penelitian Kassim Bahali adalah kenyataan bahwa perbedaan nilat sudut kedalaman waktu Subuh di Malaysia dan negara-negara Islam menimbulkan persoalan dan menarik lagi patut untuk diteliti. Selanjutnya Kassim Bahali menegaskan bahwa anggitan waktu Subuh di Alam Melayu (-19 dan -20 derajat) tidak didukung oleh data-data observasi lapangan.
Menurutnya, dari perspektif astronomi, posisi Matahari lebih dari -18 derajat tidak ada kesan hamburan cahaya, dimana langit masih tampak gelap dan bintang-bintang masih dapat terlihat manakala azan Subuh di kumandangkan. Menurutnya, fajar memiliki parameter luminan dan fase-fase tertentu.
Adapun instrumen yang digunakan Kassim Bahali dalam penelitian fajarnya ini adalah Kamera Digital Single Lens Reflex (DSLR) Canon 60 Da dan Sky Quality Meter (SQM) yang mana kedua alat ini telah dilakukan sejumlah pengujian dan kalibrasi untuk menentukan parameter luminan dan fase fajar.
Dalam rumusan hasil penelitiannya, Kassim Bahali menyatakan waktu Subuh yang dihitung dengan sudut kedalaman -20 derajat dan -19 derajat tidak bertepatan dengan waktu terbit fajar sadik. Ketika fajar sadik terbit, didapati rerata posisi Matahari di bawah ufuk timur senilai -17 derajat (setelah dilakukan penggenapan). Penelitian Kassim Bahali ini telah dipublis di beberapa jurnal ilmiah, antara lain Jurnal “Sains Malaysia” (volume 47, nomor 11, 2018) dengan judul “Measuring the Sun Depression Angle of Dawn with a DSLR Camera”. Lalu di “International Journal of Civil Engineering and Technology” atau IJCIET (volume 9, Issue 11, Nopember 2018) dengan judul “Measuring Luminance of Dawn with a DSLR”. Lalu di “Jurnal Antarbangsa Alam dan Tamadun Melayu” atau International Journal of the Malay World and Civilisation (7 [2], 2019), dengan judul “Penilaian Semula Hitungan Waktu Subuh di Alam Melayu”. Lalu dalam prosiding dengan tajuk “Isu Falak Semasa : Waktu Subuh” (Prosiding Persidangan Antarbangsa Falak di Dunia Islam, Persatuan Falak Syar’i Malaysia, Bandar Seri Putra, Kajang) tahun 2016. Atas capaian penelitiannya ini, Kassim Bahali memeroleh penghargaan berupa “Anugerah Emas Kedoktoran” dalam bidang Sains Sosial Institut Alam dan Tamadun Melayu dari Majlis Konvokesyen.[]