Telah berlangsung diskusi rutin TIM OIF UMSU (13/01/2021), yang biasanya dilaksanakan setiap minggunya tepat nya di hari Rabu, yang pada hari ini di bawakan oleh abangda Hariyadi Putraga, S.Pd dengan tema “Astronomi Dalam Kebudayaan Timur”.
Langit merupakan sebuah misteri terbesar yang dilihat manusia dan hanya Sebagian kecilnya saja dapat dipahami oleh para pengamatnya. Misteri yang besar membuat pemikir dan ilmuwan mempelajarinya dan menghasilkan berbagai macam cerita sehingga dapat menarik minat orang lainnya untuk ikut mempelajarinya.
Beberapa daerah memiliki cerita dan kepercayan dimana alam memiliki personifikasi. Berisikan arwah leluhur, pahlawan, makhluk mistis, dan makhluk maha besar dan suci di tempat yang tidak terjamah manusia, sehingga mitos leluhur dimulai dan berakar berdasarkan pengamatan dan pengembangan kepercayaan mereka. Kisah langit sangat menarik, namun membingungkan
dan menyalahi kebanyakan logika alami. Kebanyakan kisah menggunakan benda yang terlihat tetap di langit, berbeda dengan benda seperti planet dan benda langit tak terlihat mata biasa.
Di zaman kita saat ini, kisah langit yang paling dikenal berasal dari peradaban Yunani, yang menyajikan kisah menarik untuk anak-anak dan dewasa, sehingga kisah mereka dapat tersebar ke berbagai belahan dunia. Sekarang, kita coba untuk melihat beberapa budaya astronomi dari peradaban lain diluar barat.
Orang Aborigin Australia telah hidup selama lebih dari 40.000 tahun di benua Australia dan keturunan mereka masih menikmati pemandangan indah galaksi Bima Sakti tepat di atas kepala. Dalam kurun waktu yang lama itu mereka membangun sistem pengetahuan astronomi yang mereka serap ke dalam kehidupan sosial, budaya dan agama mereka. Mereka mewariskan ini dalam bentuk lisan dari satu generasi ke generasi lainnya sebagai sistem pengetahuan yang hidup yang masih mereka hargai dan nikmati
Orang-orang Aborigin kemungkinan besar adalah manusia pertama yang menamai benda-benda langit di langit malam. Menurut Daisy Bates, Pelindung Suku Aborigin Persemakmuran yang tinggal bersama mereka selama lebih dari 40 tahun dalam hidupnya di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20: “Banyak gugus bintang yang kami sebut rasi bintang dibagi dan diberi nama oleh Aborigin ribuan abad sebelum orang Mesir kuno atau para astronom Yunani kuno mengamati dan menamainya, ”( Bates 1923 ). Dengan demikian, konstelasi yang paling mencolok dan terkenal di belahan bumi selatan, crux, dikenal sebagai “Kaki Elang”
sekilas materi dari salah satu sub tema dari hasil presentasi diskusi yang dikutip dari buku “ Astronomy Across Cultures”