Oleh: Hasrian Rudi Setiawan
Tim OIF UMSU
Studi tentang kosmos dan bagiannya meliputi suatu panorama yang sangat luas, yang cakupannya banyak disiplin ilmu. Kosmologi sebagai ilmu yang membahas tentang alam semesta, pada hakikatnya telah diterangkan dalam Alquran dengan berbagai gejala alam yang telah ditunjukkan. Hal tersebut menjadi suatu variabel yang kuat dan tak terbantahkan bahwa alam ini ada yang menciptakan dan tidak mungkin tercipta dengan sendiri.
Kosmologi merupakan cabang dari metafisika, yakni sebagai ilmu yang menyelidiki dan mempelajari kosmos (alam semesta) yang umumnya didefinisikan sebagai segala sesuatu selain Tuhan Yang Maha Esa. Sangat berbeda dengan kosmologi Barat yang hanya mempelajari satu tatanan fisik, dalam Islam selain tatanan fisik juga meliputi tatanan dunia lain yang non fisik.
Sebagai kajian dalam kosmologi, alam semesta sejak dulu kala telah menjadi perhatian manusia. Beberapa pertanyaan esensial yang sama terkait hal tersebut selalu hadir, seperti: dari mana dunia ini datang, bagaimana dan kapan permulaannya, dari apa dibuat, bagaimana akhirnya, seberapa besar alam semesta ini dan lain sebagainya. Tentunya jawaban-jawaban terus berkembang pada masing masing peradaban dan bangsa, yang terkadang jawaban-jawaban tersebut kemudian menjadi cerita, cerita menjadi legenda, dan selanjutnya legenda menjadi mitos.
Terdapat dua hal yang menjadi perhatian yang menarik, diantarnya: 1) Kebutuhan alamiah untuk perlu takut pada sesuatu yang lebih besar. Manusia pada saat itu sadar atau tidak selalu mendambakan adanya satu kekuatan yang besar untuk memberikan perlindungan pada dirinya; 2) Meningkatkan kualitas hidup: perkiraan cuaca, bertani, berlayar, arah kiblat, mata angin, dan lain sebagainya.
Awal lahirnya kosmologi adalah adanya pemahaman pemikiran manusia pada zaman itu, terkait dengan mitos, pengalaman yang terbatas, dan teologi. Akan tetapi teologi menjadi sumber yang paling banyak memberikan kontribusi besar terhadap lahirnya kosmologi. Bahkan hampir seluruh agama menyertakan cerita alam semesta; Hindu, Budha, Kristen, Yahudi, dan Islam. Setelah sains berkembang dan teknologi memadai, baru kemudian pengamatan secara signifikan berkontribusi pada Kosmologi.
Kosmologi dalam Islam berbicara bukan hanya satu tatanan kosmos yaitu tatanan fisik tetapi juga meliputi tatanan dunia lain yang non fisik. Secara mendasar dalam hal sains, kaum muslimin dibimbing oleh ajaran-ajaran Wahyu. Kepercayaan pada kesatuan seluruh fenomena seperti yang ditunjukkan dalam Alquran, bersama dengan klasifikasi sains seperti filosofis, mendorong penelitian kosmologis yang secara keseluruhan, mencerminkan luasnya pendekatan. Pada satu sisi terdapat spekulasi metafisika dan mistis yang melampaui benda-benda yang dapat diungkap melalui pengamatan langsung atau pengujian rasional murni. Di sisi lain terdapat pengamatan astronomi langsung dan analisis tentang fenomena yang diamati. Dengan demikian, seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, orang mulai melakukan pengamatan lebih rasional terhadap alam semesta hingga saat ini.