Oleh : Marataon Ritonga, S.Pd.I
Tim OIF UMSU
Dari dahulu sampai sekarang kalender yang dipakai oleh umat manusia pada hakikatnya ada tiga sistem, yaitu sistem syamsiyah (solar system), sistem kamariah (lunar sytem), dan sistem kamariah syamsiyah (luni solar system).
Kalender hijriah merupakan penanggalan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan hukum-hukum Islam. Sebagaimana kita ketahui ada beberapa ibadah atau bahkan seharusnya segala kegiatan dalam Islam yang pelaksanaannya semestinya menggunakan kalender hijriah dengan menggunakan patokan hilal sebagai penentu awal bulan seperti haji, puasa, zakat dan ibadah-ibadah lainnya. Firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah 189.
“Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Wahai Muhammad katakanlah hilal itu adalah tanda waktu bagi manusia dan ibadah haji”.
Pada awalnya kalender hijriah digagas oleh salah satu sahabat nabi saw yaitu Khalifah umar ibn al-Khattab. Gagasan tersebut muncul ketika Umar ibn al-Khattab menjadi seorang khalifah/pemimpin pada masa itu. Dan pada masa kepemimpinan yang bergelar amirul mukminin itu mendapatkan surat dari Abu Musa al-Asy’ari, Gubernur Basrah yang menyampaikan “sesungguhnya telah sampai kepadaku beberapa surat dari khalifah tetapi surat-surat itu tidak ada tanggalnya”. Dengan demikian Umar ibn Khattab merespons positif peristiwa tersebut, dan pada saat itu juga langsung mengumpulkan para sahabat yang ada di Madinah untuk melakukan musyawarah dalam rangka membahas dan merumuskan kalender hijriah. Dari hasil musyawarah tersebut yang dipimpin langsung oleh amirul mukminin sepakat untuk memutuskan bahwasanya dasar permulaan kalender Islam adalah peristiwa hijrahnya nabi saw dari Mekkah ke Madinah.
Pada dasarnya kalender Islam yang dirumuskan melalui musyawarah itu masih sangat sederhana dan dalam penggunaan kalender Islam tersebut masih difokuskan kepada keperluan administrasi semata, belum untuk mempertimbangkan posisi hilal dengan kaitannya waktu-waktu ibadah keagamaan.
Saat ini kita telah mengenal nama-nama bulan dalam kalender hijriah dan penamaan bulan-bulan tersebut merupakan salahsatu warisan daripada peradaban arab sebelumnya, akan tetapi untuk jumlah bulan sebanyak dua belas bulan itu disandarkan pada firman Allah swt dalam Q.S. At-Taubah ayat 36-37
“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah sewaktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa. Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran. Disesatkan orang-orang yang kafir dengan mengundur-undurkan itu, mereka menghalalkannya pada suatu tahun dan mengharamkannya pada tahun yang lain, agar mereka dapat mempersesuaikan dengan bilangan yang Allah mengharamkannya, maka mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah. (syaitan) menjadikan mereka memandang perbuatan mereka yang buruk itu. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir”.
Gambar: Bidang Waktu Harian
Adapun nama-nama bulan dalam kalender hijriah sebagai berikut:
- Muharram Rajab
- Shafar Sya’ban
- Rabiul Awwal Ramadhan
- Rabiul Akhir Syawwal
- Jumadil Awwal Zulkaidah
- Jumadil Akhir Zulhijjah
Seiiring dengan berjalannya waktu dan teknologi, kalender Islam terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan peradaban Islam. Perkembangan dan penyempurnaan serta pelengkapan kalender Islam salahsatunya dengan mempertimbangkan aspek dalam astronomis yang dikembangkan pada masa dinasti Fatimiah.
Dari masa ke masa kalender hijriah terus melakukan perkembangan seperti Pada masa sekarang, terdapat banyak varian kalender hijriah yang dipakai umat Islam seperti, Kalender hijriah Muhammadiyah, Almanak PBNU, kalender hijriah PERSIS, Taqwim Standar Indonesia (Kementerian Agama RI), Taqwim Ummul Qurra Saudi Arabia, dan Taqwim Jamahiriya Libya. Masing-masing kalender tersebut memiliki metode yang berbeda dalam penentuan awal bulan hijriah.
Adanya keberagaman dalam penentuan kalender hijriah ini pada satu sisi menunjukkan berkembangnya keilmuan falak di dunia Islam, namun tidak bisa dipungkiri juga adanya keberagaman kalender hijriah akan menyebabkan perbedaan dalam menetapkan awal bulan bahkan secara tidak langsung memberikan keresahan diantara umat Islam dalam melaksanakan ibadah. Jika kita perhatikan, pada dasarnya semua sistem kalender tidak memiliki perbedaan dalam menetapkan awal bulan dan awal tahun, hanya kalender hijriah yang sering memiliki perbedaan dalam menetapkan awal bulan, dan hal itupun sering terjadi hanya di Indonesia.
Muhammadiyah mengusung metode hisab hakiki wujudul hilal, NU menggunakan visibilitas hilal untuk memandu rukyat hilal, Ummul Qurra menggunakan wiladatul hilal, Taqwim Jamahiriya menggunakan ijtimak qabla al-fajr, sedangkan secara umum Indonesia, Malaysia Singapore, dan Brunai Darussalam menggunakan visibilitas hilal MABIMS untuk menyusun sebuah kalender hijriah.
Visibilitas hilal MABIMS mensyaratkan ketinggian hilal tidak kurang dari 2 derajat, elongasi tidak kurang dari 3 derajat, dan umur bulan tidak kurang dari 8 jam. Dalam praktiknya penggunaan visibilitas hilal MABIMS antar anggota berbeda-beda. Indonesia yang dianggap sebagai pengusung teori visibilitas hilal MABIMS menggunakan secara kumulatif dan menunggu sidang isbat untuk menentukan hari-hari besar dalam Islam khususnya Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah.
Dari dahulu sampai sekarang umat Islam belum dapat dipersatukan dalam penanggalan hijriah, oleh sebab itu umat Islam belum memiliki satu kalender hijriah internasional [global] yang dapat menyatukan penganggalan hijriah diseluruh dunia. Kalender Islam global merupakan misi terbesar umat Islam dalam rangka menyatukan jatuhnya hari-hari besar Islam seperti Idul Fitri dan Idul Adha. Dalam rangka mewujudkan kalender Islam global upaya-upaya tingkat internasional dalam rangka penyatuan kalender hijriah telah dilakukan lebih dari 30 tahun yang lalu, dan telah mengadakan pertemuan internasional di berbagai belahan dunia Islam salah satunyan pertemuan di Turki dalam rangka Konferensi Penetapan Awal Bulan Kamariah (Mu’tamar Tahdid Awa’il asy-syuhur al-Qamariah) pada tanggal 26-29 Dzulhijjah 1398 H/27-30 Nopember 1978 M. Dari sekian banyak pemasalahan dalam menetapkan kalender hijriah yang selalu menjadi perdebatannya adalah masih sekitar masalah metode penetapan awal bulan apakah dengan rukyat atau dengan hisab. Mudah-mudahan kedepan umat Islam dapat bersatu untuk mewujudkan terbentuknya kalender Islam internasional agar umat Islam memiliki kalender hijriah tunggal secara unifikatif.
Wallahu a’lam