Oleh : Muhammad Hidayat
Wakil Kepala OIF UMSU
Bulan Juni 2020 menjadi bulan spesial bagi pecinta fenomena langit. Pasalnya, Ada puluhan fenomena langit selama Juni dan beberapa di antaranya dapat disaksikan di Indonesia. Misalnya Gerhana Bulan Penumbra pada 6 Juni hingga Gerhana Matahari Cincin pada 21 Juni 2020.
Gerhana Bulan terjadi ketika Bumi melintas di antara Matahari dan Bulan. Dengan Begitu, Fenomena ini terjadi bertepatan dengan fase Bulan purnama. Ada tiga jenis gerhana Bulan, 1. gerhana Bulan Total yaitu ketika seluruh wajah bulan masuk bayangan umbra Bumi. 2. Gerhana Bulan Sebagian yaitu ketika seluruh wajah Bulan masuk bayangan umbra Bumi dan 3. Gerhana Bulan Penumbra yaitu ketika Bulan hanya terhalang oleh bayangan penumbra Bumi
Selama gerhana bulan penumbra ini, Bulan akan sedikit lebih gelap dari biasanya. Gerhana akan terlihat di sebagian besar Eropa, Afrika, Asia, Australia, Samudera Hindia, dan Australia dan diseluruh wilayah Indonesia. Gerhana Bulan Penumbra dimulai Sabtu 06 Juni 2020 pukul 00.45.51 WIB, puncaknya pukul 02.24.55 WIB, dan berakhir pada pukul 04.04.03 WIB. Sementara puncak fenomena Strawberry Full Moon terjadi pada pukul 02.12 WIB pada jarak 369.005 Km dari pusat Bumi. Disebut Strawberry Full Moon karena pada bulan ini, buah stroberi telah matang dan siap dipanen. Nama lain dari purnama ini adalah Hot Moon (Bulan panas) karena pada Juni 2020 di belahan Bumi utara tepat di Garis Balik Utara (23,5 derajat Lintang Utara).
Bagi para peneliti, peristiwa gerhana menawarkan kesempatan untuk melihat hal yang terjadi saat permukaan bulan mendingin dengan cepat sehingga akan memberikan informasi terkait karakteristik campuran tanah dan batuan di permukaan Bulan serta bagaimana perubahan dari waktu ke waktu.Di kegelapan, banyak kawah yang familiar dan fitur lainnya tidak dapat dilihat, dan area yang biasanya tidak jelas di sekitar beberapa kawah mulai ‘bersinar’ Seberapa cepat atau perlahan permukaan kehilangan panas tergantung pada ukuran bebatuan dan karakteristik material, ermasuk komposisi bebatuan.
Para ilmuwan sudah mengetahui banyak terkait perubahan suhu siang dan malam tersebut dari data yang dikumpulkan oleh instrumen LRO sejak tahun 2009. Dengan membandingkan dua jenis pengamatan, tim dapat melihat variasi di area tertentu – misalnya, lunar berputar di Reiner Gamma atau kawah dampak dan puing-puing longgar di sekitarnya. Informasi semacam ini berguna untuk tujuan praktis seperti mencari lokasi pendaratan yang sesuai. Ini juga membantu peneliti memahami evolusi permukaan Bulan.
Pada zaman Nabi saw selama periode Madinah terjadi 4 kali gerhana matahari yang dapat diamati di Madinah yang semuanya adalah gerhana matahari parsial (sebagian). Sedangkan gerhana bulan selama periode Madinah terjadi 17 kali: 4 kali total, 7 kali parsial, dan 6 kali penumbral. Namun dalam hadis, yang banyak mendapat perhatian adalah gerhana matahari. Hal itu memang demikian sepanjang sejarah peradaban manusia. Gerhana matahari selalu mendapat perhatian lebih banyak. Hampir tidak ada hadis yang merekam gerhana bulan di zaman Nabi saw.
Tidak diragukan lagi bahwa Nabi saw melakukan salat gerhana matahari pada saat gerhana parsial karena gerhana matahari yang beliau alami di Madinah dan juga di Mekah semuanya adalah gerhana matahari parsial (sebagian). Gerhana matahari parsial itu dialami oleh kawasan muka bumi yang masuk ke dalam bayangan semu bulan (penumbra). Bedanya dengan gerhana bulan penumbral adalah bahwa saat bodi bulan masuk dalam bayangan semu bumi (penumbra) piringan bulan terlihat dari muka bumi utuh dan bulat, hanya saja cahaya piringan bulan itu sedikit lebih redup, namun tidak begitu terasa. Jadi tidak ada bagian piringan bulan yang tertutup yang membuatnya tampak tidak utuh. Piringan Bulan baru nampak tertutup apabila bodi bulan memasuki umbra (bayangan pekat) Bumi.
Berikut ini beberapa ketentuan fikih mengenai salat gerhana :
- Salat gerhana Matahari dilakukan pada saat terjadinya gerhana termasuk gerhana sebagian berdasarkan (a) keumuman perintah salat gerhana, dan (b) bahwa semua gerhana yang dialami Nabi saw baik di Mekah maupun di Madinah adalah gerhana sebagian.
- Salat gerhana Matahari hanya dilakukan oleh orang di kawasan yang sedang mengalami gerhana dan tidak dilakukan oleh orang yang berada di kawasan lain yang tidak berada dalam bayangan umbra/antumbra/penumbra (tidak mengalami gerhana).
- Apabila Matahari tenggelam dalam keadaan gerhana, maka saat itu waktu salat gerhana berakhir bagi mereka yang mataharinya telah tenggelam meskipun matahari masih terus gerhana yang terlihat oleh orang di kawasan yang belum mengalami terbenam Matahari.
- Apabila gerhana Matahari terjadi pada waktu asar dan setelah salat asar dilaksanakan, maka salat sunat gerhana tetap dapat dilaksanakan karena larangan salat sunat sesudah asar itu bukanlah larangan mutlak (hatmi); oleh karena itu salat-salat yang mempunyai sabab syar’i tersendiri untuk mengerjakannya seperti salat gerhana karena terjadinya gerhana, salat jenazah karena adanya orang meninggal atau salat tahiyatul masjid karena masuk mesjid, maka tidak dilarang melakukannya [untuk butir 4 ini lihat buku Tanya Jawab Agama, cetakan ke-6 (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2003), II: 72-75].
Dalam kasus gerhana penumbral, piringan Bulan tampak utuh dan bulat, tidak tampak terpotong, hanya cahaya Bulan sedikit redup dan terkadang orang tidak bisa membedakannya dengan tidak gerhana. Oleh karena itu dalam kasus gerhana Bulan penumbral menurut Majelis Tarjih dan Tajdid tidak disunatkan melakukan salat gerhana Bulan. Difatwakan di Yogyakarta pada hari Jumat, 18 Maret 2016 M / 9 Jumadil Akhir 1437 H.