Oleh: Marataon Ritonga
Tim OIF UMSU
Dalam mengerjakan ibadah salat, umat Islam tidak dapat mengerjakannya melainkan harus sesuai dengan waktunya, sebagaimana firman Allah dalam al-Quran surah an-Nisa 103.
اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا
“Sesunggunya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”.
Penentuan waktu salat tidak terlepas dari posisi dan pergerakan Matahari. Dengan perbedaan posisi tersebut menyebabkan adanya perbedaan waktu di Bumi sehingga dengan sendirinya terdapat pula perbedaan dalam menentukan waktu-waktu salat. Posisi Matahari pada saat kemunculan fajar sadik masih berada di bawah ufuk hakiki dengan nilai ketinggian tertentu. Adapun waktu salat Subuh dimulai ketika terbit fajar yang kedua ( fajar sadik) hingga terbit Matahari. Firman Allah dalam al-Quran al-Baqarah 187.
وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar”.
Adanya perbedaan dalam menentukan waktu salat Subuh disebabkan pemahaman dan penafsiran yang berbeda terhadap ketinggian Matahari pada saat kemunculan fajar sadik. Selain itu, terdapat pula metode dan instrumen yang berbeda yang digunakan dalam mengamati fajar sadik, sehingga dengan sendirinya akan menghasilkan hasil yang berbeda pula dalam menetapkan ketinggian Matahari. Sampai saat ini, di Indonesia sendiri belum memiliki sebuah SOP (Standar operasioal prosedur) yang digunakan dalam mengamati fajar sadik, sehingga pengamatan fajar sadik dengan sendirinya bersifat liar baik dalam penggunaan instrumen maupun dalam pengolahan datanya. Sebagaimana di Indonesia terdapat variasi ketinggian Matahari pada saat kemunculan fajar sadik mulai dari -20 sampai pada -13 derajat di bawah ufuk dan hal tersebut merupakan hasil penelitian yang yang berkembang saat ini.
Sebagaimana diketahui, saat ini instrumen yang berkembang di Indonesia dalam mengamti kemunculan fajar sadik sudah semakin banyak, seperti Sky Quality Meter, Kamera DSLR, All Sky Camera, Sistem Otomatisasi Observasi Fajar, Portable Twilight Meter dan lain-lain. Dengan keberagaman instrumen yang digunakan meniscayakan adanya perbedaan dalam menetapkan ketinggian Matahari di bawah ufuk. Disisi lain, penggunaan metode olah data yang berbeda juga memberikan ruang perbedaan dalam menentapkan ketinggian Matahari di bawah ufuk, sebab antara metode yang satu dengan metode yang lainnya memiliki kelemahan dan kelebihannya sendiri sehingga dengan sendirinya adanya perbedaan dalam menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan hasil olahan data tersebut.
Selain faktor instrumen dan metode pengolahan, kualitas data juga menjadi faktor utama adanya perbedaan yang signifikan dalam menentukan ketinggian Matahari di bawah ufuk. Hal tersebut dapat dilihat saat ini para peneliti terus melakukan pengamatan fajar sadik ke berbagai lokasi dengan memilih lokasi yang terhindar dari polusi cahaya, baik cahaya buatan manusia maupun cahaya benda langit itu sendiri. Hal itu dilakukan untuk memudahkan dalam menganalisis, mendeteksi kenampakan fisis fajar tersebut.
Namun menurut penulis, yang paling urgent saat ini adalah adanya sebuah SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam mengamati kemunculan fajar sadik. Hal tersebut bertujuan supaya para peneliti yang ada di Indonesia ini tidak keluar dari SOP yang dibuat ketika melakukan pengamatan fajar sadik. Dengan demikian niscaya perdebatan dalam masalah waktu Subuh ini akan dapat diselesaikan dengan sendirinya. Namun perlu diingat, dalam menyusun SOP tersebut nantinya diharapkan semua ahli yang memiliki kepakaran dibidangnya ikut terlibat baik dari pemerintahan maupun dari organisasi-organisasi keislaman yang ada di Indonesia. Semuanya itu untuk memberikan kemaslahan kepada umat Islam dalam melaksanakan ibadah kepada Allah Swt. Salat yang dikerjakan bukan pada waktunya maka salatnya tidak sah, karena salat telah ditentukan waktu-waktunya. Wallahu A’lam
Artikel yang menarik. Oleh karenanya perlu bersama diskusi dengan Kementerian Agama RI juga perlu dijelaskan mengenai standar operasional prosedur dalam menentukan waktu Sholat Fardlu Subuh di Indonesia agar tidak menimbulkan perdebatan.