Oleh: Ajraini Nazli
Tim OIF UMSU
1 April lalu, umat muslim bersama-sama menyambut bulan suci Ramadan. Berita di televisi menyiarkan bagaimana proses pemantauan hilal. Secara sederhana sebenarnya perhatian saat itu tertuju pada suatu objek yang sangat familiar, Bulan. Benda langit yang biasa kita lihat itu menjadi basis dalam kalender islam.
Tepat di hari yang sama pada pukul 13.24 WIB, Bulan memasuki fase bulan baru. Pada fase tersebut, Cahaya Bulan sangat minim sekali sehingga cenderung sulit untuk dapat melihatnya. Namun berangsur waktu, fraksi cahaya Bulan akan semakin besar hingga kita dapat melihatnya dengan mudah. Delapan hari setelah 1 April, Bulan memasuki fase kuartil awal dimana kira-kira setengah permukaan Bulan dapat teramati dari Bumi. Malam pun akan tampak lebih terang.
Dibalik segala entitas: kecerlangan, fase, dan wujudnya yang kita lihat dari Bumi, Bulan di luar angkasa yang penuh kesunyian itu sesungguhnya adalah objek langit yang menyimpan sejarah Tata Surya. Permukaannya yang tidak seragam yang bisa kita kenali dari Bumi adalah bukti dari peristiwa yang pernah terjadi di Tata Surya ini. Jika kita menyebut permukaan Bulan sebagai wajah Bulan, maka wajahnya yang kita lihat memiliki fitur ireguler gelap dan terang. Beberapa bagian tampak lebih luas dibandingkan yang lainnya. Di beberapa daerah juga memiliki lubang dan tonjolan seperti gunung-gunung yang kita lihat sama persisnya dengan yang ada di Bumi. Namun tidak seperti di Bumi dimana gunung terbentuk dari proses tektonik. Gunung-gunung yang terdapat di Bulan adalah hasil dari tubrukan kosmos hebat yang terjadi 4 miliar tahun yang lalu.
Gunung-gunung di Bulan mengalami letusan, namun pada masa lalu. Aliran lava tersebut mengisi cekungan-cekungan besar yang terbentuk di Bulan. Galileo menyebut fitur tersebut sebagai Maria/ Mare yang memiliki arti lautan. Diberi nama demikian, sebab jika dilihat dari Bumi area tersebut bak hamparan lautan meskipun pada akhirnya kita mengetahui bahwa tidak ada air di maria.
Mare atau yang jamaknya disebut Maria mengisi 17% bagian Bulan. Kebanyakan Mare tersebut dapat kita lihat dari Bumi karena sisi Bulan yang menghadap Bumi memiliki lebih banyak Mare dibandingkan sisi jauhnya Bulan.
Salah satu Mare yang mendapat perhatian adalah Mare Tranquillitatis. Neil Armstrong dan Buzz Aldrin adalah dua orang yang pertama kali dengan gagahnya berdiri di Bulan, di suatu tempat yang disebut Mare Tranquillitatis. Pendaratan manusia pertama terjadi disana. Lima puluh tiga tahun silam, Aldrin, manusia kedua setelah Neil Armstrong yang menginjakkan kaki di Bulan, berdiri di atas Mare tersebut seraya berkata “ketandusan yang luar biasa.”
[]