Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Dosen UMSU dan Kepala OIF UMSU
Astronomi (dan ilmu falak) adalah dua istilah yang memiliki makna dan pengertian yang serupa, dan sama sekali tidak berbeda, dalam tulisan ini digunakan istilah astronomi. Di Nusantara dalam sepanjang sejarahnya terbukti memiliki sumbangan dalam bidang astronomi. Hal itu tampak dan terbukti dengan ada dan ditemukannya karya-karya astronomi yang ditulis oleh para ulama Nusantara yang memiliki keahlian astronomi. Namun tidak dipungkiri dalam kenyataanya penelusuran dan pengkajian yang komprehensif terhadap naskah-naskah astronomi karya ulama Nusantara ini masih terbilang minim, bahkan dapat dikatakan terlantar.
Selain itu, penelusuran dan pengkajian naskah-naskah ini sendiri memiliki sejumlah problem, beberapa problem itu antara lain : (1) problem akses naskah, (2) problem metodologi, (3) problem penguasaan materi, (4) problem perkembangan ilmu, dan (5) problem istilah keilmuan astronomi Nusantara.
Problem Akses Naskah. Hal ini terkait keberadaan dan pencarian naskah-naskah astronomi yang tersebar di berbagai tempat di Nusantara. Pencarian dan penelusuran naskah-naskah ini merupakan pekerjaan yang cukup menyita waktu bagi semua peneliti (filolog), bukan hanya filolog astronomi, namun filolog semua bidang keilmuan. Problem ini juga adalah yang penulis hadapi dan alami selama ini. Naskah-naskah astronomi yang pada umumnya belum terkatalogkan dan berada ditangan pemilik (ahli waris) ataupun berada ditangan para kurator dan kolektor naskah. Naskah-naskah ini sangat dijaga dan diistimewakan oleh pemiliknya sehingga tidak sembarang orang dapat mengaksesnya. Karena itu hal ini menjadi salah satu faktor minim dan terbengkalainya pengkajian naskah-naskah astronomi karya ulama Nusantara tersebut. Namun sejak 2017, akses naskah-naskah Nusantara atau Asia Tenggara mulai dapat diakses secara digital melalui laman https://dreamsea.co. Dreamsea sendiri merupakan program digitalisasi naskah-naskah kuno se-Asia Tenggara, yang dalam kenyataannya program ini sangat membantu para peneliti dan pecinta naskah Nusantara.
Problem Metodologi. Metodologi adalah masalah penting dalam sejarah pertumbuhan ilmu. Metodologi identik dengan pola dan cara pandang terhadap sebuah persoalan. Tatkala masalah obyek berubah, maka secara otomatis sains dan masyarakat juga berubah. Karena itu metodologi merupakan hal fundamental dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu, tanpa terkecuali dalam disiplin ilmu astronomi. Dalam konteks kajian naskah astronomi-nusantara, kewajiban pertama seorang filolog adalah memilih metode yang tepat untuk diaplikasikan. Bagaimanapun kemapanan penguasaan astronomi harus diimbagi dengan kemampuan metodologis agar penelitian (tahkik) yang dilakukan efektif dan komprehensif.
Beberapa hal yang patut diperhatikan oleh seorang filolog astronomi-nusantara dalam meneliti naskah-naskah astronomi adalah: memilih tipe (corak) naskah yang akan diteliti, yaitu apakah naskah bercorak teoretis, praktis, atau historis. Lalu memilih era (zaman) naskah ditulis, sebab hal ini terkait dengan situasi sosial-intelektual yang berpengaruh kepada substansi naskah. Lalu menentukan model dan metode editing teks, yaitu dengan menerapkan metode yang digunakan di Barat (Eropa), ataukah metode yang digunakan di dunia Arab (Timur Tengah). Dua metode ini (Barat dan Timur) masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Problem Penguasaan Materi. Merupakan kemestian bagi seorang filolog menguasai materi dan substansi naskah-naskah yang menjadi fokus penelitiannya, dalam hal ini naskah-naskah astronomi. Karena setiap naskah memiliki karakteristik dan tipologi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Penguasaan materi dan substansi naskah mutlak diperlukan.
Salah satu corak dalam naskah-naskah astronomi adalah ilustrasi gambar dan formula (rumus) dan teori-teori yang bersifat spesifik. Rekonstruksi gambar dan daftar-daftar tabel (zij) yang ada dalam naskah merupakan tugas khusus seorang filolog astronomi untuk menguraikannya yang berbeda dengan naskah-naskah lainnya. Daftar-daftar huruf dan angka ini merupakan hasil formulasi dan pengamatan dari seorang penulis naskah yang secara otomatis seorang ahli astronomi. Selain diperlukan kecermatan dalam membaca dan memahami naskah, juga dibutuhkan analisis yang komprehensif. Sebab, jika pembacaan dan pemahaman seorang filolog keliru akan menyebabkan naskah tidak tepat sasaran, dan dengan demikian seorang filolog dianggap memutar balikkan fakta dan substansi sebuah naskah. Maka, penguasaan amteri astronomi dalam sebuah naskah astronomi adalah keniscayaan.
Problem Perkembangan Ilmu. Astronomi sebagai sains eksakta tertua adalah disiplin ilmu yang terus dikaji manusia sejak dahulu sampai hari ini, tanpa terkecuali di Nusantara. Dalam sejarah Nusantara, sains astronomi mendapat perhatian dari para penguasa (raja) seperti ditunjukkan Sultan Tahlil Allah (w. 1158 H/1745 M), penguasa Kesultanan Banjar, yang memfasilitasi Syaikh Muhammad Arsyad Banjar (w. 1227 H/1812 M), untuk belajar ke Haramain. Perhatian sang raja ini didorong oleh sejumlah hal diantaranya terkait pengembangan ilmu dan kebutuhan sosok ulama yang menguasai agama, diantaranya terkait salat dan puasa.
Astronomi sendiri masuk ke Nusantara berkat persentuhan dan perpaduan kreatif-sintetif dengan Timur Tengah (Haramain). Interaksi dan sintesis ini sangat memengaruhi para ulama Nusantara dalam menerjemahkan sains astronomi yang mereka tekuni dan pelajari di Haramain yang tampak dari karya-karya yang mereka tulis. Atas interaksi dan sintesis itu pula menyebabkan lahirnya corak dan tipologi utama astronomi-nusantara yaitu astronomi praktis, yang secara spesifik terkait waktu salat, arah kiblat, awal bulan, gerhana, dan aplikasi instrumen astronomi (rubu mujayyab dan astrolabe). Pemahaman yang baik terhadap corak ini sejatinya akan memudahkan kegiatan penelitian naskah-naskah astronomi karya ulama Nusantara.
Problem Istilah Keilmuan. Berbeda dengan genre naskah-naskah sastra dan agama, naskah-naskah astronomi-nusantara memiliki kekhasan diantaranya pada istilah-istilah keilmuan yang digunakan. Seperti dimaklumi, istilah-istilah astronomi sebagaimana digunakan para astronom Muslim Nusantara dalam karya-karya mereka cukup banyak dan beragam. Terlebih lagi istilah-istilah itu sedikit berbeda dengan istilah-istilah astronomi modern yang telah terbaur dengan sentuhan Barat.
Istilah-istilah dalam naskah-naskah astronomi Nusantara itu antara lain : khassah, ta’dil, markaz, zaij, buht, ufuq, mathla’, dan lain-lain. Salah satu tugas penting seorang filolog naskah astronomi adalah menghubungkan istilah-istilah itu dengan istilah-istilah astronomi modern. Ini penting untuk menghindarkan kekeliruan dan paradoks antara astronomi silam dengan astronomi modern. Tanpa upaya ini, maka pekerjaan penelitian (tahkik) seorang peneliti (filolog) belum dikatakan baik dan berhasil. Terlebih lagi jika seorang filolog tidak mendalami sejarah keilmuan astronomi Islam secara umum.
Seorang profesor astronomi sekalipun, tatkala akan melakukan penelaahan terhadap naskah-naskah astronomi, baik astronomi Arab maupun astronomi Nusantara, akan menemui kesulitan jika tidak menguasai peristilahan astronomi sebagai digunakan dalam naskah-naskah astronomi klasik. Oleh karena itu, dua hal berikut patut dan semestinya dilakukan oleh seorang filolog astronomi. Pertama, merujuk (bertanya dan konsultasi) kepada tokoh spesialis (ulama, ilmuwan) yang memiliki keahlian dan pengalaman dalam berinteraksi dengan naskah-naskah astronomi serta menguasai istilah-istilah yang digunakan. Kedua, merujuk sumber-sumber bibliografi dan ensiklopedia yang memuat istilah-istilah astronomi klasik yang sesungguhnya cukup banyak tersedia. Wallahu a’lam[]