Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Dosen UMSU dan Kepala OIF UMSU
Ihtiyat (Arab: al-ihtiyath) secara bahasa bermakna hati-hati atau kehati-hatian. Ihtiyat dimaksud disini adalah kehati-hatian dalam menentukan masuknya waktu salat yaitu dengan menambahkan dan atau mengurangkan beberapa menit dari hasil hisab. Menurut Kementerian Agama, ihtiyat adalah suatu langkah pengamanan dalam menentukan waktu shalat dengan cara menambahkan atau mengurangkan waktu agar tidak mendahului awal waktu shalat dan tidak melampaui akhir waktu shalat.
Ihtiyat dalam waktu shalat diperlukan dengan beberapa alasan berikut: pertama, adanya pembulatan dalam perhitungan, betapapun pembulatan itu sangat kecil. Kedua, oleh karena waktu-waktu shalat itu digunakan untuk cakupan yang luas (kabupaten/kota), sedangkan penentuan data lintang dan bujur geografisnya ditentukan pada satu lokasi tertentu (biasanya pusat kota). Maka penambahan beberapa menit waktu ihtiyat itu diperlukan untuk mengantisipasi penggunaan untuk daerah-daerah lain. Seperti diketahui wilayah-wilayah sebelah timur awal waktu shalatnya lebih awal dari daerah sebelah barat.
Ketiga, tambahan waktu ihtiyat itu guna mengkaver daerah-daerah yang memiliki tekstur ketinggian yang berbeda antara satu lokasi dengan lokasi lainnya. Seperti diketahui, di sebuah Kabupaten/Kota adakalnya terdiri dari sungai, laut, dan gunung. Dalam kondisi ini maka terbit dan terbenam matahari tidak sama. Maka penambahan waktu beberapa menit itu diperlukan. Oleh karena itu dengan ihtiyâth ini pelaksanaan shalat dapat dilaksanakan dengan penuh keyakinan dan tidak ada keraguan.
Adapun berapa kadar (menit) persis tambahan waktu ihtiyat ini tidak ada kesepakatan dikalangan ulama maupun ilmuwan. Namun dari jadwal-jadwal waktu shalat yang berkembang, tambahan waktu ihtiyat berkisar antara 2 menit sampai 5 menit. Saadoe’din Djambek menggunakan ukuran sekitar dua menit. Demikian lagi Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam juga menetapkan ihtiyat sekitar dua menit kecuali jadwal dimaksud di pergunakan oleh daerah sekitarnya yang berjarak lebih dari 20 kilometer.
Menurut para pakar dan ahli, nilai tambahan waktu ihtiyat 2 menit ini sudah dianggap cukup memberikan pengamanan terhadap pembulatan-pembulatan perhitungan. Selain itu, durasi dua menit ini juga secara rata-rata mampu menjangkau antara 27,5 kilometer sampai 55 kilometer, baik ke arah barat maupun ke arah timur.
Maka jika misalnya perhitungan waktu Zuhur terjadi pada jam 12:24 WIB, maka ditambah 2 menit, menjadi jam 12: 26 WIB. Jika waktu Asar didapat jam 15: 30 WIB maka ditambah 2 menit, menjadi jam 15: 32. Jika Waktu Magrib didapat jam 18: 36 WIB, maka ditambah 2 menit, menjadi jam 18:38 WIB, demikian seterusnya.
Patut dicatat, bahwa penggunaan tambahan waktu ihtiyat ini diberikan untuk seluruh awal waktu shalat (Zuhur, Asar, Magrib, Isya, dan Subuh). Sedangkan untuk terbit (syuruk) adalah sebaliknya, yaitu dengan mengurangi dari hasil perhitungan. Jika misalnya perhitungan waktu syuruk terjadi pada jam 06:15 WIB, maka di jadwal waktu syuruk ditetapkan menjadi jam 06: 13 WIB. Tujuan pengurangan ini adalah untuk menghindari jangan sampai seseorang melaksanakan shalat Subuh setelah matahari terbit. Karena itu sekali lagi bahwa penggunaan ihtiyat ini adalah dalam rangka pengamanan atau menghindari kesalahan dalam pelaksanan ibadah (shalat). Wallahu a’lam[]