Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Kepala OIF UMSU
Seperti diketahui, dalam syariat (fikih) ada dua jenis fajar yaitu fajar sadik (al-fajr ash-shadiq) dan fajar kazib (al-fajr al-kadzib). Namun kalangan ulama dan ilmuwan berbeda pendapat tentang jarak dan transisi dua fajar tersebut. Secara umum, ada dua pandangan tentangnya. Pertama, menyatakan fajar sadik dan fajar kazib memiliki rentang (jarak) yang cukup lama. Kedua, menyatakan fajar sadik dan fajar kazib tidak memiliki rentang yang jauh alias berdekatan.
Secara teoretis, baik fajar sadik maupun fajar kazib keduanya dikategorikan cahaya pagi. Namun dalam praktik dan definisinya cahaya yang pertama kali muncul masih terhitung sebagai fajar kazib, atau masih dikategorikan malam. Sementara cahaya kedua yang muncul (fajar sadik) terhitung sebagai awal siang.
Adapun argumen pendapat kedua (fajar kazib dan fajar sadik berdekatan) adalah berdasarkan riwayat dan praktik azan Bilal yang kenyataannya masih di akhir malam atau dekat fenomena fajar. Dalam sebuah pernyataannya Nabi Saw menyatakan, “makan dan minumlah hingga Ibn Ummi Maktum azan”. Juga sabda Nabi Saw yang menyatakan, “untuk mengembalikan orang yang salat diantara kalian dan membangunkan orang yang tidur diantara kalian”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa tidak ada jarak yang jauh antara keduannya betapapun masih cukup untuk makan sahur.
Berikutnya adalah hadis riwayat Unaisah yang menjelaskan bahwa Bilal azan saat malam hari (masih fajar kazib), lalu Nabi Saw menyuruh sahur sampai Ibn Ummi Maktum mengumandangkan azan (saat fajar sadik). Ini menunjukkan bahwa jarak dua azan itu berdekatan, yang artinya antara fajar kazib dan fajar sadik memiliki rentang yang tidak terlalu jauh.
Selanjutnya hadis riwayat Abu Dzar yang menjelaskan bahwa Bilal azan ketika fajar telah mencuat (sathi’an) di langit yang mana itu belum dikategorikan waktu Subuh, adapun waktu Subuh adalah tatkal cahaya langit membentang (mu’taridh). Dalam kondisi cahaya langit masih mencuat, Nabi Saw mengajak makan sahur bersama. Sejumlah riwayat menjelaskan bahwa durasi jarak dua fajar (dua azan) itu adalah seukuran membaca 50 ayat.
Berikutnya adalah hadis riwayat Ibn Abbas yang menginformasikan bahwa Nabi Saw melaksanakan salat witir bersama Ibn Abbas setelah fajar pertama yang terhitung masih malam. Dalam hal ini Nabi Saw tidak segera melaksanakan salat sunat fajar saat selesai salat witir. Ini sekali lagi mengindikasikan bahwa jarak dua fajar itu tidak berjauhan.
Selain itu masih ada banyak lagi riwayat-riwayat (hadis) yang menjelaskan tentang hal ini. Adapun durasi (menit) jarak kedua fajar tersebut menurut Syaikh Albani dalam karyanya “Tamam al-Minnah” diperkirakan 20 menit, sementara itu menurut Syaikh Ibn ‘Utsaimin antara 10-20 menit, sedangka menurut Syaikh Shalih al-Munajjid menyatakan sekitar 20 menit yang mana dapat bertambah dan berkurang sesuai perbedaan musim.
Berikutnya adalah, bagaimana kondisi dua fajar itu? Apakah tatkala fajar pertama hilang segera diiringi fajar kedua (fajar sadik)? Apakah ketika fajar pertama hilang kondisi ufuk kembali gelap sesaat? Menurut satu pendapat, setelah fajar pertama diiringi dengan kondisi gelap, ini antara lain pendapat Ibn Taimiyah (w. 728 H/1327 M), An-Nawawi (w. 676 H/1277 M), Ibn Hazm (w. 456 H/1064 M), Ibn Hajar al-Haitami (w. 973 H/1565 M), dan lainnya. Namun sejumlah ulama menyatakan pasca kondisi fajar pertama selanjutnya diikuti kondisi gelap, yang mana hal ini merupakan tabiat atau kebiasaan dua fenomena ini. Ini antara lain pendapat Al-Qalyubi (w. 1069 H/1658 M) dalam karyanya “Hasyiata al-Qalyuby wa ‘Umairah”.
Sementara itu Ibn Hajar al-Haitami menyatakan, kondisi dan ketampakan dua fajar (fajar kazib dan fajar sadik) berbeda-beda disebabkan perbedaan kualitas pandangan (mata), musim, dan lokasi. Di satu kondisi adakalanya fajar tidak terlihat sama sekali, namun di kondisi lain ia sangat mudah terlihat.
Memperhatikan fenomena fajar dan fleksibilitas hadis-hadis terkait, hal ini membuka peluang pengkajian lebih lanjut dari berbagai aspek. Tampaknya hingga saat ini secara implementatif belum ada definisi yang definitif tentang dua fajar ini. Karena itu pula pengkajian tentangnya masih terus dinamis dan relevan untuk dilakukan. Wallahu a’lam[]