Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Kepala OIF UMSU
Melalui penelusuran sejumlah literatur, Sayyid Usman setidaknya menulis sebanyak 104 karya yang meliputi berbagai bidang seperti Tauhid, Fikih, Tasawuf, Tajwid, Adab, Tarekat, Faraid, Nahwu-Saraf, dan Ilmu Falak. Dari 104 karya tersebut, 14 diantaranya adalah karya dalam bidang ilmu falak (astronomi Islam). Selanjutnya dari 14 karya falak tersebut, 7 karya dapat penulis temukan dari berbagai sumber dan koneksi beberapa kolega, sementara setengahnya lagi belum dapat penulis temukan. Adapun 7 karya falak Sayyid Usman yang berhasil penulis temukan tersebut adalah: (1) Kitab Keker Bulan Perihal tsabat sehari bulan Islam beserta sebutan jalannya Matahari dan Bulan, (2) Iqāzh an-Niyām fīmā Yata’allaq bi al-Ahillah wa ash-Shiyām, (3) Tamyīz al-Haqq Min adh-Dhalāl fī Masā’il al-Hilāl, (4) Tahrīr Aqwā al-Adillah fī Tahshīl ‘Ain al-Qiblah, (5) Nafā’is an-Nihlah fī Wasā’il al-Qiblah, (6) Taudhīh al-Adillah ‘alā Syurūth al-Ahillah, dan (7) Kitab Atlas ‘Araby.
Sementara itu 7 karya falak lainnya, yang tidak/belum ditemukan sebagai berikut: Jadwal Arloji, Jadwal Waktu-Waktu Sembahyang dan Qiblat, Jadwal Sembilan Da’irah Ilmu Falak, Almanak Bulan Islam Beserta Bulan Olanda, Almanak Bundar Bulan Olanda, Qaul ash-Shawab, dan Jadwal Qiblat Seantero Negeri-Negeri Dunia.
Selanjutnya dengan menelaah secara singkat atas 7 karya falak Sayyid Usman yang berhasil penulis temukan tersebut, dapat dikemukakan beberapa corak, tipe, dan kecendrungannya, yaitu sebagai berikut:
Pertama, 7 karya falak ini menunjukkan bahwa Sayyid Usman memiliki kepiawaian dan kepakaran dalam ilmu falak. Selain itu, Sayyid Usman juga memiliki telaah, bacaan, dan literatur yang luas, hal itu tampak dari banyaknya kutipan pendapat ulama yang ia nukil dan dijadikan penguat pandangannya terkait berbagai persoalan.
Kedua, dari 7 karya falak Sayyid Usman ini bila ditelaah dan cermati cenderung merupakan respons dan atau jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat ketika itu. Seringkali Sayyid Usman memulai uraian pembahasannya beranjak dari kasus yang terjadi di tengah masyarakat. Hal ini tidak dipungkiri dan sekaligus tidak dapat dihindari oleh karena posisi Sayyid Usman ketika itu yang menjabat sebagai seorang mufti (pemberi fatwa), dimana selain persoalan-persoalan fikih keseharian masyarakat, persoalan terkait ilmu falak (seperti masalah arah kiblat dan awal bulan) juga kerap ditanyakan kepadanya. Selain itu, bila ditelaah lagi tampak bahwa 7 karya falak Sayyid Usman juga merupakan jawaban dari keresahan akademik yang menggelayut dalam fikirannya sehingga ia terdorong untuk menulisnya dalam bentuk sebuah catatan atau buku. Hal ini sekali lagi menunjukkan luasnya wawasan dan intelektulitas seorang Sayyid Usman.
Ketiga, secara umum, karya-karya falak Sayyid Usman ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Arab dan bahasa Melayu beraksara Arab (Arab Jawi atau Arab Pegon). Penggunaan dua bahasa ini tidak lain menunjukkan keahlian dan kepekaan sosial seorang Sayyid Usman dan sekaligus merupakan respons-adaftifnya dengan kondisi dan kemampuan bahasa masyarakat ketika itu. Namun yang paling utama tampaknya ragam bahasa ini (khususnya bahasa Arab-Melayu dan Latin) merupakan upaya mempermudah pembaca dan pelajar, sebab tidak semua pembaca memahami bahasa Arab dengan baik.
Keempat, secara sosio-genealogis, karya-karya falak Sayyid Usman ini menunjukkan kekayaan khazanah falak di Nusantara, dimana respons dan diskursus terkait persoalan-persoalan ilmu falak telah mengemukan dengan segenap dialektika, dinamika, dan literasinya di tengah masyarakat ketika itu. Artinya dalam konteks ini masyarakat Nusantara sejak lama sesungguhnya telah ‘melek’ ilmu falak.
Adapun beberapa catatan dan kelemahan 7 karya Sayyid Usman ini dalam konteks hari ini diantaranya adalah:
- Kutipan-kutipan yang dinukil Sayyid Usman hanya dalam lingkup mazhab Syafi’I (mazhab yang secara konsisten diaunut Sayyid Usman), padahal wawasan dan literasi falak dalam mazhab-mazhab lain juga sejatinya sangat kaya.
- Dalam segenap uraiannya, Sayyid Usman lebih membahas secara teoretis-fikih dan sangat dominan mengutip pendapat-pendapat para ulama (dalam mazhab Syafi’i), sementara uraian-uraian teoretis-ilmiah (astronomis) terbilang sangat minim.
- Selanjutnya dalam keseluruhan pembahasannya, Sayyid Usman menguraikan secara amat ringkas, yang ini tampak dari jumlah halaman dari tiap-tiap sub pembahasan yang ia uraikan. Bagi pembaca spesialis dan ahli, tentu hal ini kurang memenuhi hasrat keilmuan ilmiah untuk pengembangan lebih lanjut dan komprehensif. Wallahu a’lam
Mohon doa, insyaAllah, akan segera terbit karya (buku) penulis yang mengulas dan menganalisis secara singkat 7 karya falak Sayyid Usman tersebut.[]