Abu Yazid Raisal
Tim Peneliti OIF UMSU
Matahari sebagai salah satu bintang di galaksi Bima Sakti merupakan pusat tata surya kita. Permukaan Matahari yang disebut fotosfer memiliki suhu sekitar 6000 derajat Celsius. Namun kadang terdapat beberapa area di permukaan Matahari yang suhunya lebih dingin sekitar 4000 derajat Celsius yang dikenal dengan bintik Matahari (sunspot). Karena perbedaan suhu ini, bintik Matahari akan terlihat seperti noda hitam di permukaan Matahari. Berdasarkan hasil pengamatan para ahli fisika Matahari disimpulkan bahwa sunspot dapat berubah-ubah dan dapat “tumbuh”, baik dalam jumlah, letak maupun besarnya. Sunspot dapat memiliki ukuran yang sangat besar hingga mencapai diameter 50.000 kilometer. Bandingkan saja dengan diameter Bumi yang memiliki diameter sebesa 12.000 kilometer, diameter bintik Matahari bisa mencapai empat kali diameter Bumi. Bintik Matahari kadang terlihat samar kadang pula dapat dilihat dengan jelas tanpa bantuan teleskop.
Bintik Matahari (Sumber: https://www.nasa.gov)
Bintik matahari adalah area yang memiliki medan magnet yang kuat. Medan magnet di bintik Matahari ini bahkan bisa mencapai 2.500 kali lebih kuat dari Bumi, jauh lebih tinggi daripada di tempat lain di Matahari. Karena medan magnet yang kuat, tekanan magnet meningkat sedangkan tekanan atmosfir sekitarnya menurun. Hal ini menurunkan suhu relatif terhadap lingkungannya karena medan magnet yang terkonsentrasi menghambat aliran gas baru yang panas dari interior Matahari ke permukaan. Interaksi magnetik yang terjadi di bintik Mathaari menyebabkan terlepasnya sejumlah besar energi lewat ledakan Matahari dan badai besar yang dikenal sebagai lontaran massa korona yang terjadi di bintik Matahari.
Diameter bintik Matahari lebih besar daripada diameter Bumi (Sumber: https://www.nasa.gov)
Pemunculan bintik matahari diawali dengan munculnya sebuah bintik hitam berukuran kecil. Seiring dengan waktu, bila medan magnet terus-menerus keluar dari dalam Matahari akibat gaya apung (buyouncy force), maka akan tampak dua buah bintik dengan polaritas medan magnet berlawanan (bipolar). Bintik matahari berkembang menjadi konfigurasi lebih kompleks, yaitu jumlah bintik dan luas bertambah. Semakin kompleks suatu konfigurasi bintik matahari, semakin besar kemungkinan terjadi ketidakstabilan medan magnet sehingga memicu peristiwa flare.
Pengamatan terhadap bintik Matahari telah dilakukan sejak lama oleh para astronom. Pengamatan bintik Matahari pertama kali dilakukan oleh astronom Cina sekitar 800 SM. Jumlah bintik Matahari tergantung pada siklus Matahari. Matahari mengalami siklus aktivitas 11 tahunan yang diukur dari maksimum ke minimum, Pada periode teraktif, jumlah bintik Matahari bertambah hingga puncaknya, sementara pada periode dengan aktivitas terendah, jumlah bintik Matahari berkurang hingga titik terendahnya. Siklus Matahari tidak selalu persis sebelas tahun sekali; siklus ini dapat muncul paling cepat dalam 9 tahun, dan paling lambat dalam 14 tahun.
Jumlah rata-rata bintik Matahari dari tahun 1610 sampai 2010 (Sumber: https://www.nasa.gov)