Oleh: Hariyadi Putraga
Tim OIF UMSU
Jam Matahari atau Sundial merupakan sebuah teknologi yang dapat menunjukkan waktu dan memberikan informasi astronomi sehingga dapat menggunakan data tersebut untuk dapat digunakan dalam kehidupan dan kebutuhan ilmiah ilmu pengetahuan. Beberapa peradaban di dunia memiliki instrument penanda waktu tersebut dengan berbagai jenis dan bentuk yang mencerminkan perkembangan pengaplikasian pengetahuan astronomi peradaban mereka ke dalam pemodelan ilmiah.
Pada salah satu peradaban di Asia, di zaman dinastu Joseon, perkembangan ilmu astronomi juga sudah mulai pesat. Jam Matahari dalam peradaban Joseon disebut dengan Angbu-ilgu (앙부일구, 仰釜日晷), yang diperkirakan dibuat pada tahun 1434 dibawah pemerintahan Raja Sejong oleh ilmuwan hebat bernama Lee Soon-ji dan Jang Yeong-sil dengan desain yang keunikannya sendiri. Jam matahari tersebut berbentuk cekung dan terdiri atas tiga bagian: pelat dial bulat cekung disebut siban, gnomon atau youngchim, dan alas.
Jam Matahari dalam peradaban Joseon, Angbu-ilgu
Jam matahari datar biasa hanya mampu membaca waktu dalam sehari dan, tergantung pada posisi matahari, sulit untuk membaca ketika bayangan gnomon lebih panjang atau lebih pendek dari pelat pelat nomor. Namun, dengan bentuknya yang seperti mangkuk, angbu-ilgu dapat dengan jelas menunjukkan waktu hari itu karena bentuk cekung secara otomatis mengubah bentuk bayangan. Apalagi, bentuknya yang unik memungkinkan untuk menceritakan julgi(절기, 節氣), istilah matahari atau 24 periode dalam kalender lunisolar tradisional Asia Timur, yang bergantung pada panjang bayangan.
Di dalam permukaan siban , terdapat tujuh garis vertikal dan 13 garis horizontal. Pada masa Dinasti Joseon, hari dibagi menjadi 12 periode dan setiap periode memiliki durasi sekitar dua jam yang diwakili oleh tanda zodiak Cina. Tujuh garis vertikal mewakili 14 jam siang hari saat matahari terbit. Garis horizontal mengukur panjang bayangan gnomon. 13 garis horizontal membaca 24 julgi , istilah matahari. Hanya terdapat 13 penanda yang mewakili 24 istilah matahari karena panjang bayangan akan bertambah saat bergerak dari Januari ke Juli tetapi kembali ke panjang semula saat mendekati bulan Desember.
Raja Sejong memasang alat itu di luar istana dengan tujuan untuk menyampaikan pengetahuankepada rakyatnya. Ia bahkan merancang angbu-ilgu menggunakan lambang zodiak Cina, yang diwakili oleh dua belas hewan agar memudahkan bagi warganya yang buta huruf untuk dapat memahami penanda waktu tersebut. Apalagi bagi petani yang hidupnya sangat bergantung pada pertanian dan posisi matahari sehingga angbu-ilgudapat meningkatkanpengetahuan kehidupan rakyat jelata dengan memberi masyarakatnya terhadap bilangan tahun mereka.
Sayangnya, semua angbu-ilgu yang diciptakan pada masa pemerintahan Raja Sejong dihancurkan selama invasi Jepang ke Korea pada tahun 1592. Angbu-ilgu yang ada berasal dari akhir abad ke-17, atau akhir Dinasti Joseondiyakini hampir identik dengan yang dirancang di bawah Raja Sejong. Saat ini, angbu-ilgu asli dapat ditemukan di museum dan replika dapat ditemukan di istana dan di Gwanghwamoon Square di depan patung Raja Sejong bersama dengan pencapaian ilmiah lainnya yang diperoleh selama masa pemerintahannya.