Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Dosen FAI UMSU dan Kepala OIF UMSU
UMSU (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara) adalah salah satu perguruan tinggi swasta terkemuka dan tercatat sebagai perguruan tinggi swasta terbaik di pulau Sumatera dengan terakreditasi A. Salah satu pusat keunggulan perguruan tinggi ini adalah sebuah pusat kajian dan pendidkan ilmu falak (astronomi) bernama Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (disingkat OIF UMSU). Sejauh ini OIF UMSU telah berkontribusi memberi edukasi kepada masyarakat (terutama kalangan pelajar) tentang langit dan alam semesta.
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
Sementara itu Barus adalah kota eksotis tua di Sumatera Utara yang menyimpan segudang sejarah, cerita, dan kenangan. Secara geografis kota ini terbentang seluas 15 kilometer persegi, terletak diantara perbukitan dan pesisir barat Sumatera. Barus berada pada koordinat geografis antara 02° 02’ 05” sampai 02° 09’ 29” Lintang Utara (LU) dan 98° 17’ 18” sampai 98° 23’ 28” Bujur Timur (BT). Kapur Barus dan rempah-rempah merupakan komoditas utama perdagangan masyarakat di kota ini dahulu yang sangat unik dan berharga serta diperdagangkan hingga ke dunia Arab dan Persia.
Barus sendiri adalah kota yang konon pernah disebutkan oleh seorang astronom dan astrolog Yunani silam bernama Ptolemeus. Dalam salah satu tulisannya tokoh Yunani ini menulis ‘Barousai’ yang diduga adalah Barus.
Kini, Barus adalah kota tua dan menjadi salah satu destinasi wisata masyarakat, sejarawan, arkeolog, dan ilmuwan, baik dari dalam maupun luar negeri, baik sekedar rekreasi dan napak tilas maupun melakukan penelitian. Makam papan tinggi, makam Mahligai, dan situs-situs bersejarah lainnya adalah diantara obyek destinasi ilmiah dan relijius yang dituju banyak orang yang datang ke wilayah ini. Terkini, di kota ini telah dibangun sebuah tugu (monumen sederhana) yang dikenal sebagai titik nol Islam di Nusantara. Monumen ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. H. Joko Widodo, beberapa tahun lalu. Tugu (monumen) ini adalah sebagai tanda (simbol) bahwa agama Islam pertama kali lahir dan muncul di Nusantara.
Selain aspek sejarah dan arkeologinya, Barus juga sejatinya memiliki potensi alam yaitu langit yang cerah, menawan, dan menantang. Kawasan Barus yang berada di pinggiran pantai Barat ini memiliki arti penting bagi kalangan astronom dan ilmuwan secara umum yaitu terkait eksplorasi dan penelitian benda-benda langit. Salah satu keunggulan pantai Barus secara umum adalah posisi arah baratnya yang luas serta tidak terhalang oleh gedung dan pepohonan. Dengan demikian lokasi ini cukup ideal untuk dilakukan kegiatan pengamatan benda-benda langit, diantaranya adalah pengamatan dan penelitian bulan sabit atau hilal (baik hilal tua, hilal muda, maupun hilal siang hari). Penelitian hilal ini adalah terkait dengan penentuan awal bulan kamariah, khususnya awal bulan Ramadan, awal bulan Syawal, dan awal bulan Zulhijah. Betapapun khusus dalam pengamatan hilal ini, terdapat tantangan yaitu awan yang sangat tebal di penjuru ufuk barat tatkala sore hari. Lalu penelitian lain di kawasan ini adalah terkait pengumpulan data fajar (waktu Subuh) dan syafak (waktu Isya) yang menjadi rutinitas dan kebutuhan umat Muslim.
Terkait dengan polusi, melalui situs yang dirilis www.lightpollution.com (dengan update terkini) tampak bahwa langit kawasan Barus dan sekitarnya atau Kabupaten Tapanuli Tengah secara umum adalah kawasan yang masih terbilang bersih dan steril dari polusi cahaya jika di bandingkan dengan kawasan-kawasan lainnya di Sumatera Utara, khususnya jika dibandingkan dengan kota Medan. Dengan demikian kondisi langit malam hari yang cerah dan terbebas dari polusi udara dan cahaya ini menjadikan langit malam di kota tua ini menjadi tampak eksotis dan menawan. Bintang-bintang, planet-planet, galaksi, nebula, hujan meteor, dan gemerlap benda-benda langit lainnya menjadi pemandangan indah dan daya tarik tersendiri saat malam hari di kota tua ini, khususnya di sepanjang pinggiran pantai. Dengan demikian pula menjadi daya tarik bagi para astronom untuk melakukan kajian dan observasi.
Seperti diketahui, dalam pengamatan benda-benda langit, selain membutuhkan peralatan (terutama) teleskop canggih dan representatif, diperlukan juga kondisi langit yang bersih dan jauh dari polusi cahaya (seperti lampu taman dan kota). Maka dalam hal ini Barus adalah salah satu pilihan terbaik. Secara spesifik, beberapa penelitian langit yang dapat di lakukan di kawasan ini adalah: penelitian hilal (khususnya hilal Ramadan, hilal Syawal, dan hilal Zulhijah), penelitian fajar dan syafak (untuk menentukan waktu Subuh dan Isya), galaksi, rasi bintang, planet, kawah bulan, bintik matahari, meteor, dan lain-lain, yang mana hal ini adalah sesuatu yang sulit dilakukan di kota Medan.
Pantai Barus (Tapanuli Tengah)
Kondisi polusi di Tapanuli Tengah (sumber: www.lightpollution.com)
Selain itu, eksplorasi langit di kota tua ini juga didukung oleh aspek sosio-historis sebagai dimiliki kota Barus. Dalam perjalanannya, seiring topografi dan geografinya yang eksotik, Barus juga memiliki tradisi turun temurun yang berkaitan dengan telaah langit (astronomi atau ilmu falak). Diantaranya adalah adanya tradisi menentukan masuknya awal bulan hijriah dengan metode dan tata cara unik, yang berbeda dengan tata cara yang lazim dilakukan umat Islam. Untuk yang terakhir ini tentunya diperlukan kajian lebih lanjut.
Dalam konteks ini, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) saat ini telah merancang sebuah pusat peradaban yaitu pembangunan sebuah pusat keilmuan dan keislaman yang memadukan eksplorasi langit dan kearifan lokal masyarakat Barus (Tapanuli Tengah secara umum). Dalam konteks UMSU, pusat peradaban ini adalah bagian dari ihtiar peradaban dan komitmen membangun peradaban bangsa sesuai visi-misi universitas dan paralel pula dengan ruh Islam Berkemajuan yang digagas Muhammadiyah. Dalam konteks ini pula, Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (OIF UMSU) sebagai salah satu lembaga di institusi ini menjadi lokomotif pengembangan pusat peradaban ini di masa depan. Sementara itu dalam konteks pemerintahan Kabupaten Tapanuli Tengah dan masyarakat kota Barus khususnya, pusat peradaban ini adalah dalam rangka menggali kembali histori, khazanah, dan kearifan kota tua ini yang dahulu sangat dikenal dan dikenang.[]