Oleh : Muhammad Hidayat
Wakil Kepala OIF UMSU
Dalam pengamatan awal bulan di Indonesia, ada banyak hal yang perlu didiskusikan contohnya data keterlihatan hilal seperti apa yang dapat disepakati bersama, karena kita tahu keterlihatan hilal menurut Islamic Crescents Observation Project terbagi menjadi lima yaitu:
- Pengamatan Mata Telanjang
- Pengamatan Bantuan Optik
- Pengamatan Siang Hari
- Pencitraan/ Menggunakan Kamera Biasa
- Pencitraan CCD (siang hari)
Secara umum pada setiap jenis pengamatan diatas ditinjau dari tiga parameter yaitu 1. Umur bulan yaitu waktu interval antara ijtimak dan watu pengamatan. 2. Lag Time yaitu selisih waktu terbenam 3. Elongasi yaitu sudut pisah antara titik pusat Matahari dan pusat Bulan.
Disini penulis akan membagi menjadi empat jenis pengamatan, karena di Indonesia umumnya yang populer dilakukan yaitu pengamatan hilal menggunakan :
- Mata telanjang dan teleskop
- Teleskop dengan kamera
- Teleskop dengan kamera dan olah citra.
- Teleskop dengan kamera dan olah citra pada siang hari.
Dan di Indonesia umumnya dari setiap jenis pengamatan diatas ditinjau dari tiga parameter yaitu 1. Altitude yaitu ketinggian hilal saat Matahari terbenam . 2. Elongasi yaitu sudut pisah antara titik pusat Matahari dan pusat Bulan. 3. Umur Bulan yaitu waktu interval antara konjungsi dan watu pengamatan
Berikut ini akan dijelaskan dari berbagai jenis pengamatan diatas :
- Pengamatan hilal menggunakan mata telanjang dan teleskop, selama ini data hilal menggunakan mata telanjang dan teleskop dapat diterima, walaupun ada pro dan kontra dikalangan ahli astronomi terkait diterima atau tidaknya data keterlihatan hilal yang berada dibawah kriteria visibilitas hilal atau dibawah limit danjon (sulit diamati) selain itu juga karena tidak ada hasil gambar yang dapat diverifikasi.
- Pengamatan hilal menggunakan teleskop dengan kamera. Teknik yang digunakan dalam pengamatan hilal menggunakan teleskop dengan kamera terus berevolusi mengikuti perkembangan jaman serta pemahaman teknis observasi hilal itu sendiri. Detektor yang digunakan pun beragam: mulai dari webcam, kamera DSLR, CCD kamera, sampai dengan CMOS camera. Penggunaan filter pun mengalami perubahan: dari tanpa filter, penggunaan filter ND 0,3 + 0,6, serta penggunaan filter inframerah. Sejauh ini data keterlihatan hilal menggunakan teleskop dengan kamera dapat diterima oleh kalangan ahli astronomis maupun ahli fiqih di Indonesia, walaupun ada sebagian kecil tokoh yang kontra terkait batas penggunaan filter yang digunakan dalam pengamatan.
- Pengamatan menggunakan teleskop dengan kamera dan olah citra, teknik pengamatan dengan olah citra yaitu hasil yang di poto atau rekam kemudian diolah atau di stacking dengan software. Dengan software ini citra langit yang kemudian ditingkatkan kontrasnnya. Hal ini bertujuan untuk membuat objek hilāl yang sejatinya sangat tipis akan nampak lebih jelas karena warna langit dalam citra tersebut dibuat lebih gelap. Sejauh ini data keterlihatan hilal menggunakan teleskop dengan kamera dan olah citra dapat diterima oleh kalangan ahli astronomis walaupun terdapat pro dan kontra bagi ahli fiqih terkait filter dan teknik olah citra yang digunakan dalam pengamatan.
- Pengamatan menggunakan teleskop dengan kamera, olah citra dan dilakukan pada siang hari. Definisi bulan baru dalam astronomi, adalah fase bulan pertama, setelah konjungsi atau setelah Bulan berada dalam satu garis lurus di antara Matahari dan Bumi (wikipedia).
Rekor dunia data keterlihatan bulan sabit siang hari pasca konjungsi yaitu :
- Observatorium Boscha, Indonesia. pengamat Yusuf tahun 2016,
elongasi : 3,7 derajat - Perancis, Pengamat Thiery Legault tahun 2010, elongasi : 4,5 derajat.
Bulan sabit dengan metode astrofotografi bisa saja dijadikan sebagai pertanda masuknya bulan baru Hijriyah. Sebab hilāl itu sejatinya ada setelah konjungsi, tidak harus setelah Matahari terbenam (Oman Fathurrahman dalam Muhammad Shobaruddin 2015). Namun pengamatan seperti ini masih menjadi pro kontra di kalangan ahli fiqih dalam penentuan awal bulan hijriyah di Indonesia.
Hemat penulis jika umat Islam ingin merumuskan Kalender Islam Global dengan prinsip 1 hari satu tanggal di seluruh dunia dan tidak terjadinya perbedaan penentuan awal bulan maka empat jenis pengamatan yang disebutkan diatas dapat diterima karena hal tersebut sejalan dengan apa yang dirumuskan pada Muktamar KIG di Turki pada tahun 2016.