Oleh: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Di zaman silam, pengetahuan dan pemahaman manusia terhadap alam semesta hanya berupa pengamatan alami, tanpa ada penjelasan teoritis maupun eksperimen. Kegiatan pengamatan merupakan bagian keseharian manusia dan merupakan kebutuhan urgen. Bagi masyarakat silam, alam semesta adalah pemandangan indah lagi menakjubkan yang selalu menimbulkan rasa ingin tahu mendalam. Langit dengan segenap gemerlap bintang-bintangnya mengisyaratkan banyak hal untuk dipelajari.
Dalam realitanya, rasa ingin tahu manusia ini memunculkan disiplin ilmu astronomi yang berawal dari usaha manusia untuk menyingkap berbagai rahasia yang terkandung di alam semesta. Astronomi selalu ada dalam kehidupan, astronomi merupakan satu cabang ilmu pengetahuan tertua yang terus dikaji dan dipelajari manusia sepanjang waktu.
Lapangan pembahasan astronomi adalah langit dengan segala yang ada dan berada didalamnya. Peradaban-peradaban silam (Babilonia, Cina, Mesir, Persia, India, Yunani) adalah diantara peradaban yang menorehkan sejarah dalam pengamatan alam (langit) serta punya gagasan masing-masing tentang alam semesta. Dari peradaban-peradaban ini pula lahir berbagai akselerasi dan inspirasi astronomi yang terus berkembang. Informasi astronomi dari segenap peradaban-peradaban lampau ini dapat ditelusuri melalui catatan tulis dan peninggalan-peninggalan yang ada.
Hari ini, penelitian tentang alam semesta telah sampai pada penemuan yang menakjubkan yang didukung dengan instrumen-instrumen modern yang canggih, namun demikian misteri semesta masih teramat banyak yang belum terungkap. Dalam faktanya, melalui ilmu pengetahuan dapat dideteksi pola dan pergerakan alam semesta yang demikian luas ini.
Sebagai misal, Bulan beredar mengelilingi Bumi, Bumi berputar mengelilingi Matahari (revolusi) disamping beredar dalam porosnya sendiri (rotasi), Matahari-pun beredar mengelilingi pusat galaksi, dimana setiap galaksi terdiri dari jutaan bintang. Demikian lagi berjuta-juta benda-benda jagat raya lainnya beredar dengan kadarnya masing-masing. Kecepatan gerak benda-benda jagat raya tersebut berbeda antara satu dengan yang lain. Semua benda jagat raya tiada bertabrakan satu dengan yang lain, tiada pula salah lintas (edar). Melalui teori dan penelitian, sifat dan karakter pergerakan benda-benda jagat raya tersebut dapat diperkirakan secara cermat oleh manusia melalui berbagai teori ilmu. Inilah makna filosofis dari firman Allah, “dan masing-masing beredar pada garis edarnya” (QS. Yasin ayat 40).
Penelitian para ahli membuktikan, Bulan bisa hancur bila terlalu dekat dengan Bumi, sedikit menjauh diperlukan untuk mencapai keseimbangan. Bumi beredar dalam rangka menyelaraskan rotasi Bulan, dan Bulan-pun beredar dalam rangka menyelaraskan rotasi Bumi, hingga akhirnya terjadi sinkronisasi. Bumi berputar mengelilingi Matahari dalam rangka penyeimbang agar Bumi tidak tersedot oleh panasnya Matahari. Setiap benda langit memiliki gaya gravitasi yang bersifat menarik atau menyedot benda lain yang ada didekatnya. Justru karena gerakan melingkar itulah sedotan Matahari terhadap planet Bumi dan planet-planet lainnya bisa diimbangi.
Demikianlah, semuanya berjalan pada edar dan kadarnya masing-masing, punya hikmah dan sebab yang dapat dipelajari melalui berbagai perenungan dan teori.
Hikmah lain yang bisa diambil dari beredarnya benda-benda angkasa tersebut adalah, jika kita hidup diatas sebuah planet diam dimana segala sesuatu, termasuk Bumi yang kita huni tidak pernah berubah, tentu sedikit sekali yang bisa dikerjakan dan dibayangkan manusia, dan tidak akan ada gairah untuk berpikir menuju ilmu pengetahuan.
Tetapi kita hidup di alam semesta yang bergerak dan berubah. Di alam raya ini semua keadaan berubah mengikuti pola, aturan, dan hukum-hukum alam. Seluruh peristiwa dan hukum-hukum alam itu memungkinkan kita bisa menggambarkan segala sesuatu dan menginformasikannya kepada orang lain. Akhirnya, kita bisa bekerja dengan ilmu, dan dengannya bisa memperbaiki hidup kita, dan dengannya pula bisa mengenal sang pencipta kita, Allah.
Struktur dan luas alam semesta sangat sukar dibayangkan manusia, dan daya nalar manusia tentang itu memerlukan waktu yang lama. Manusia bisa mengetahui pengetahuan alam semesta yang luas, mengenal ciptaan Allah yang sebelumnya belum dikenal di muka bumi seperti black hole, pulsar, ledakan bintang nova atau supernova, ledakan inti galaksi dan sebagainya.
Akan tetapi, berbagai fenomena yang sangat dahsyat itu tak mungkin didekatkan dengan akal semata, namun iman justru jauh lebih berperan. Ditemukan satu penemuan, secara bersamaan bermunculan pula lebih banyak misteri yang terkandung di alam semesta ini.
Disini, jurnalisme alam raya memberi perpektif dan cara pandang baru lagi berkembang tentang alam semesta dan segenap yang terkait dengannya. (*)
Artikel ini telah diterbitkan di: https://tajdid.id/2019/11/07/jurnalisme-alam-raya/